Selasa, Mei 28, 2013

Lihat Milky Way di Ranu Kumbolo



Dulu pas saya masih semester empat, lihat foto senior-senior di Ranu Kumbolo itu mupeeeeng banget. Keindahan alamnya katanya emang nggak tertandingi. Sampai-sampai Ranu Kumblolo dapet julukan surganya para pendaki. Hmmmm… ternyata semua ini nggak ada yang bohong. Semuanya emang bener. Ranu Kumbolo emang indahnya bikin kita nggak berhenti nyebut Subhanallah.. 



Begitu kami tiba di Rakum, itu singkatan Ranu Kumbobo, saya dapet dari sebutannya para hikers Backpacker ITS yang waktu itu sempet gabung ndaki juga, kawannya Ucup, Yokka dkk. Yup, begitu kami tiba di Rakum, kami segera mbangun tenda. Kami harus cepat, karena si kabut yang dinginnya minta ampun itu rasanya sudah mulai turun untuk bertemu dengan si danau.

Ada tiga tenda yang kami bawa. Dua untuk tenda cowok dan satu untuk tenda cewek. Si Ucup ribet ndirikan tenda unyu milikny, maklum,, ngereyen dia. Si abror juga sibuk ndirikan tenda mungilnya, yang bakal ditidurin sama dia dan mbah. Tenda ketiga baru akan didirikan setelah tenda satu atau dua kelar. Iya, karena saya dan Ayuk jelas nggak bisa bangun tenda itu sendirian.

Akhirnya saya memutuskan untuk mbantu si Patar masak saja. Kami nggak masak besar malam itu. Cuman masak mi instan, dan sarden. Si Patar, koki andalan, sudah siap dengan bawang merah bawang putih juga cabe buat di campur dengan mi instan. Untungnya si Ucup di warung bu Endang tadi udah beli nasi putih. Jadi kami nggak perlu nanak nasi buat dinner.

Nggak cukup itu, sepertinya, malam pertama kami nggunug ini lebih tepat jadi malam camping semacam persami. Hehe. Karena selain mbontot nasi putih dari bawah, ternyata si Ucup cuga bawa bekal tahu goreng dan gorengan ikan tuna dari rumah. (itu artinya masakan kemarinnya pas masih di Surabaya). Untung nggak basi. :D

Kami makan malam dalam damai. Nggak damai ding, telur asin yang sempet diperebutkan Ayuk dan Radhi ternyata emang bener-bener basi. Baunya amis banget. Tapi, berdasarkan pada komitmen anak gunung bahwa makanan yang dibwa tidak boleh dibuang-buang dan sia-sia, kami memutuskan untuk tetap memakan telur busuk itu.



Rasanya? Hmmmm pahit-pahit bau gimanaaaa gitu. Hehe, tapi agak nggak terasa kok. Karena si koki Patar nyiasatin buat si telur itu dimasukkan ke mi instan. Haha, jadi baunya malah nnyebar. Dodol

Well..



Menghabiskan malam do Rakum itu ibarat makan daging duren berduri. Lhoh kok?

Iya banget. Soalnya, emang bener indahnya Rakum bikin speechless, tapi dinginnnya juga bikin mati kutu dan mati gaya. Gimana enggak, kami yang awalnya pengen bikin acara sharing kecil-kecilan habis makan ternyata sama sekali nggak terwujud. Walau sempeet sebentar ngumpull di tenda, ujung-ujungnya cuman saling gojlok, hingga akhirnya kami menyerah pada keadaan. Dingin. Pake seru pake banget.

Si Abror n mbah udah tewas duluan lepas makan, Ucup juga malah. Akhirnya kami masuk tenda masing-masing. Tapi emang banget kan ya, udah jauh-jauh dateng ke sini akhirnya cuman pindah tidur. Akhirnya saya dan ayuk menghabiskan sisa malam yang ada dengan gazing star.

Seumur hidup jujur saya belum pernah ngelihat langit seindah di Ranu Kumbolo. Tahu enggak kenapa? Langitnya bersih banget. Nggak ada mendung, nggak ada awan sisa-sisa polusi. Yang ada cuman langit dan ribuan bintang.

Saya bahkan sempet takut lihat bintang yang terangnya seperti lampu neon itu. Terangnya bikin saya merinding. Saya baru berani dan betah lihat langit ketika sudah di tenda, dan hanya keapala saya yang muncul keluar, bareng ayuk. Hehhe, mungkin ini rasanya takjub yang bener-bener ya akan keajaiban pencipta alam semesta. Sumpah, rasanya saya seperti diserbu ribbuan bintang itu. Takut.

Coba aja ada observatorium di Rakum, pasti pencinta atronomi seneng banget di sini. Surga banget buat yang hobi ngamatin bintang.

“Itu apa Yuk, kok bintangnya kayak di selimuti awan mbentuk sesuatu gitu?’’ Tanya saya ke Ayuk yang juga lagi ndongak di samping saya. Romantis banget ya, berdua, mandengin bintang. Haha.

“Itu Milky way,’’ jawab Ayuk. “Kata guru SD saya sih gitu dulu,’’ tambah dia. (Dia jawab gitu berasa saya SD nggak diajarin gituan haha.

OOoh,, jadi itu namanya milky way, alias galaksi BimaSakti yang menjadi tempat hidup bumi kita… ternyata kita bisa lihat ya. Saya nyebut berkali-kali deh disana. Alhmadulillah, naik gunung membawa kebaikan :D.
Sayangnya, meski udah berulang kali saya mengarahkan kamera ke langit buat mengabadikan tawuran bintang itu, tetep aja nggak bisa tertangkep. Karena kamera yang saya bawa cuma kamera poket, jadi settingannya pun terbatas. Eman banget…….

Tapi minimal, memori saya bisa merekamlah apa yang aya lihat. Tentang kelip bintang yang full memenuhi langit dari utara selatan barat dan timur. Juga si Milky Way yang menunjukkan jati dirinya dengan gugusan banyak sekali bintang kelap kelip hingga membentuk satu pola tersendiri. Seperti membentuk sekumpulan kabut dengan bintang-bintang yang sinarnya terang sekali di dalamnya. Subhanallah dah pokoke. :D

Nih,,, sedikit foto landscape Rakum yang unyu ketika pagi.
kalo pagi, kabut mulai turun
sunrise

 --Rakum, Dingin, Hipotermia
Sepertinya saya harus menyarankan dan meyakinkan kalian, para calon pendaki, untuk tidak meremehkan membawa obat-obatan standart ketika mau ke gunung. Seperti minyak kayu putih, salonpas cair, antangin, dan obat sakit gigi.

Terutama di Ranu Kumbolo. Bahkan ketika bukan musim penghujan sekali pun. Kata Ucup, temperatur di sini sekitar 14 derajat. Tapi saya sama sekali sangsi. Gimana enggak, rasa dingin hawa di sana itu semacam kalo kita lagi nge.genggam sebongkah es batu. Berapa derajat, itulah dinginnya si Ranu Kumbolo. Bahkan saya curiga, jangan-jangan kalau malam si danau berubah jadi taman ice skacting, yang pastinya membantu menurunkan temperature daerah di sekitarnya. Hehe

Tapi uniknya saya bisa tidur angler di tenda. Setelah menambahkan satu kaos kaki, dan satu training dilapisi jeans. Atasan kaos dan jaket parasut, baru kemudian sleeping bag merk Lapuma yang sisi polarnya dijamin anget banget :D

Kenyenyakan tidur saya sempet terganggu karena si Ayuk ternyata menderita Hipotermia. Tiba-tiba dia merintih seperti sesak nafas, dan terduduk. Ngakunya dia jantungnya semacam diremas sedemikian hingga dia susah buat narik nafas. Dia minum obat antangin, dan juga semacam obat sakit kepala agar bisa tidur. Kasihan. Akhirnya saya pijet dia, paling nggak kalo dia terjebak kemasukan angin, bisa terkurangi.

Ternayat benar. Setelah dipijet dengan di olesin salonpas cair, dia bisa tidur akhirnya. Ya, salonpas di gunung fungsinya seperti minyak kayu putih di kehidupan normal. Karena minyak kayu putih di tempat semacam ini udah nggak mempan sama sekali. Jadilah salonpas yang panas itu kami oleskan disekujur tubuh agar hangat.

Satu lagi cerita soal menikmati dinginnya Rakum. Di tengah-tengah nyenayaknya tidur (maklum mungkin saya kecapekan banget), saya merasa tiba-tiba gigi saya sakit semua. Dari gigi depan, gigi seri, geraham, taring dan gigi susu, ehh… semuanya sakit. Kamu pernah mersa missal kamu gigimu terbentuk sesuatu yang sangat keras, emm,, atau seperti ketika kalian di tinju, pasti kemudian kalian akan merasa gigi kalian nyeri.. sampai serasa mau copot..? pernah? Itu yang saya rasakan, haha.

jalan-jalan pagi di Rakum
“Yuk, kamu semalem mukul aku ta? Kok sampek gigiku rasanya nyeri banget?’’ Tanya saya pas pagi nganterin Ayuk pipis. Iya, saya kira ayuk tidurnya bertingkah, sapa tahu tangannya nyaplok muka saya, makanya terus gig saya ngilu kayak mau copot.

“Enggak lah…Oh, kalo gigi, saya juga ngerasa kok. Akibat dingin kayaknya Im,’’ jawab dia.
Oooooh, karena dingin ternyata. Haha, saya bahkan sempet khawatir, kalaoo gigi saya mau copot benera gimana. Pulang dari Semeru masak jadi ompong. Wkwkwkwk

--Beakfast di Rakum dengan Telur Madu Busuk ala Chef Patar---
Percayalah, segala sesuatu yang nggak akan kolu kamu makan di kehidupan normalmu akan terasa enak ketika kamu ada di gunung. Dan kalian harus ingat postulat untuk tidak menyia-nyiakan makanan.

Itulah yang terjadi di rombongan kami. Si telur asin yang malang itu, mau tidak mau harus kami makan, dan tidak di buang. Dengan dalil, eman, takut kualat, dan sebagainya. Tapi emang ya, si Patar itu ada aja kreasinya. Pagi-pagi, pas saya masing melungker di dalam tenda, Patar minta madu yang saya bawa. Ternyata dia pake buat masak si telur itu.

Tau-tau pas saya di bangunin buat sarapan, heheh gabut, tuh telur asin udah jadi menu siap santap bersanding dengan mie instan, sarden, dan nasi anget khas tanakan nesting.

breakfast menu
“Tar ini masak apa?’’ tanaya Radhi.

“Telur madu bumbu kari,” jawab Patar cengengsan.

Saya menaikkan alis. “Telur busuknya catutin Tar,” kata saya sarkatis melihat di telur ada warna-warna 
hitam. Busuk. Haha, semua ngakak. Tapi gitu-gitu abis juga kecuali bagian yang warna hitem. Lahap di makan sama kami semua. Wajar, cuaca dingin begini, emang paling enak itu ya makan.



makan sambil begigil

Usai sarapan, kami beres-beres untuk melanjutkan perjalanan ke Mahameru. Tapi sebelum itu kami bersih-bersih diri dulu di air danau Rakum. Ya itung-itung ngincipin air danau. Si Patar mandi bebek di sana. Sedang saya dan yang lain hanya sikat gigi dan cuci muka. Dan cuci piring.



Kalo pagi banyak yang mancing di Rakum
Sekedar wawasan, kita, para pendaki dilarang lho buat ngotorin danau ini. Hukumnya haram. Nyunyi muka, sikat gigi, maupun nyuci nesting pun, sabunnya sama sekali nggak boleh masuk ke air danau. Jadi ngambil air di botol akua, lalu bersihin pake sabunyya di tanah. Karena kalo nggak gitu, bisa bayangin kan, gimana jadinya kalo ribuan orang pendaki bershi-bersih semuanya di danau, pasti rakum udah nggak jadi surga lagi.
Itulah pentingnya menjaga alam. Agar kita semua masih bisa menikmatinya lima, sepuluh, atau berpuluh-puluh tahun lagi. Ceileeeeeh…

Sampah-sampah organik, sisa makanan, nggak boleh kita buang geletakan. Tapi dibuang dengan nggali lobang di tanah, biar ntar bisa cepet teurai. Sedang sampah non organic kita, kita kantongin dan kita bawa sampai kita turun ke pos Ranu Pane lagi. Karena ada syarat bagi pendaki juga, kalau turun gunung bawa kantong plastik berisi sampah. Kalau bisa sembari nyangkingin sampah yang mungkin kita lewati, atau paling nggak minimal adalah membawa pulang lagi sampah rombongan kita sendiri.

Usai bersih-bersih, sambil nunggu packing, mengabadikan moment,, :D

rasanya nggak rela ninggalin tempat ini

tanjakan yang harus kami lewati untuk meninggalkan Rakum

tenda kami dan perkampungan dadakan
Radi ngelamun
Packing
 Rakum emang selalu bisa jadi tempat yang seru buat hunting foto..

ababil


 Setelah semua packing selesai, kami segera siap-siap untuk kembali jalan. Kalimati, itu tujuan kami selanjutnya. Kami akan menginap di sana semalam, baru kemudian Summit Attack menuju Mahameru.

Selalu ada semangat ketika kita bersama-sama
 next episode...
Road to Tanjakan Cinta, Oro-Oro-Ombo dan Kalimati




4 komentar:

  1. wah.. gak ajak-ajak mbak/./
    fotonya bikin mupeeeeng. Suprit

    BalasHapus
    Balasan
    1. mau diajakin??? hehehehe
      hehehe bukan fotonya yang keren..
      tapi emang tempatnya yang kueren buanget nget nget :D
      ayo kesana :D

      Hapus
  2. Menyenangkan sekali ya, suka dengan foto ke-5! Thank's for share.

    Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. :D
      terima kasih sudah mampir di blog saya,,
      blog kamu juga keren..
      traveller juga ya?

      Hapus