Sabtu, Juni 27, 2015

Bukit Jamur Kota Gresik

Hello readers.. Lama nggak nulis karena lama nggak jalan jalan. Nah kebetulan kapan hari saya baru aja melancong dikit ke kota pudak, Gresik. Khusus cuman buat ngunjungi Bukit Jamur. Wisata itu belakangan jadi nge hits karena baru aja masuk tv di acaranya Vino G Bastian.  

bukit jamur
 Saya kesana bareng sama temen temen kantor. Ada mas jan,  yuan dan juga ayu.  Kami sepakat usai janjian di grup whats app.  Uniknya guys,  kami yang asli selalu malas liputan pagi, demi refreshing tipis tipis ini kami rela kumpul di kantor pukul 05.30. Ketje kan. Iya alesannya di hari Minggu kami emang jarang liputan selain ada agenda besar atau kejadian besar.  Palingan ngeluarin celengan berita.  Hihihi.  

Nah,  kami langsung cus aja tuh ke Gresik.  Lokasi nya ada di kecamatab Bungah.  Cukup terbilang kawasan pinggiran Gresik.  Dari Surabaya perjalanan kurang lebih 1.5 jam.  Kami dua jam soalnya motor ayu yang saya tumpangi bareng yuan ternyata sempet mogok.  Hahahaha. Meski dilengkapi dengan aksi nuntun dan dorong motor,   cukup menghibur deh buat cerita.  Kikiki.  

Singkat cerita,  Bukit Jamur itu aadalah kawasan gunung Kapur.  Seperjalanan kesana kalian bakal lihat rentetan gunung kapur yang kroak kroak lantaran beres ditambang dan ditinggal kabur sama kontraktor.  Konon katanya itu juga yang akhirnya kawasan Bukit Jamur jadi seperti sekarang ini. 

aseli di sana panas 
Awalnya karena namanya jamur, saya mikirnya tempat ini akan dingin dan lembab.  Tapi ternyata sodara sodara disana itu panas kentang kentang bingit.  Kami sampai di sana sekitar pukul 10.00 pagi. Mikirnya kami selagi pagi bisa alay alay foto foto.  Wah ternyata sudah ramai dan apaaa puanas.  Saya dong yang bawa jaket buah ngelindungin badan aja rasanya kayak kesengat matahari sekilan kepala.  Heheh lebai.  Tapi aseli gara gara nggak bawa kaos kaki, kakiku belang setelah sejaman ada di tempat itu. 

berasa di padang pasir
salah satu adegan yang bikin ngakak. manjat di batu itu susah banget, tinggi dan licin. tapi akhirnya tetap berhasil dan bisa eksyen. yey
Di Bukit Jamur ini memang banyak bukit bukit kapur mini yang menyerupai bentuk jamur. Dengan setting seperti padang pasir, lalu dihiasi dengan background bukit jamur raksasa,  yang belum pernah liat ngiranya sedang foto di kalimantan atau di sumbawa.  Hihi.  Padahal xuma di gresik ini. Sangat rekomended untuk dijadikan destinasi buat hunting foto.  Asal datangnya pas cukup sepi dan cukup teduh.  Saat sore sepertinya sangat nyaman dikunjungi tempat ini.  Oya, masuk kesini nggak gratis dear readers.  Bayar tapi murah kok cuman 3000 perak.  Sama parkir 2000 aja.  Murah kan.  

fultim
Bagi yang belom pernah kesana boleh segera nyoba. !!!! 

Ngabuburit Nikmatin Sunset di Selat Madura

Ada banyak pilihan yang bisa dijadikan tempat ngabuburit warga Surabaya selama bulan puasa. Salah satunya adalah pantai Tambak Wedi aka Selat Madura yang berlokasi tepat di bawah jembatan Suramadu. Di sana, pembaca bisa menikmati senja, menunggu adzan berkumandang dengan milihat matahari terbenam dengan buaian angin pantai yang sepoi-sepoi. Patut dicoba.

sunset di selat madura
Sejak jembatan yang menhubungkan Surabaya dengan Pulau Garam itu jadii di tahun 2009 lalu, ada satu lagi titik wisata yang hadir di Surabaya Timur. Selain pantai Kenjeran, ternyata pantai Tambak Wedi juga menyajikan pemandangan cukup eksotik untuk menikmati pemandangan di sore hari. Sebab bukan hanya sekedar pantai yang bisa dilihat, para pengunjung di sana juga bisa mengabadikan momen dengan berfoto dengan background jembatan Suramadu yang kokoh.

Pesona laut yang landai dan tidak beriak, sampai pemandangan nelayan yang melaut pun melengkapi potensi wisata di sana. Tak heran jika cukup banyak masyarakat Surabaya bahkan juga warga dari Madura yang sengaja mengunjungi tempat ini untuk rekreasi keluarga.

Murah dan indah. Begitulah daya tarik pantai Tambak Wedi ini. Sebab pengunjung yang datang  tidak perlu mengeluarkan biaya retribusi. Cukup bermodal biaya parkir, wisata ini gratis tidak memungut biaya pada pengunjung. “Banyak teman anak saya yang berfoto di sini, eh dia minta diajak kesini juga,” tutur Amalia, warga Tandes yang kebetulan berkunjung ke tempat tersebut. Ia mengajak dua orang putrinya untuk mengahbiskan sore di sana.

Tidak hanya keluarga yang datang ke sana, bermacam komunitas foto juga kerap menjadikan tempat ini sebagai tempat hunting foto senja yang menarik. Seperti salah satunya adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya. Saat Radar Surabaya mendatangi tempat ini, mereka tengah asyik mengabadikan momen suset di sana.

“Ada sunset, ada jembatan Suramadu yang iconic. Sangat cocok untuk cari pemandangan landscape,” kata Ferdi, salah satu anggota komunitas foto.

foto dgn background jembatan Suramadu
Jika air laut sedang tidak surut, para nelayan yang usai melaut juga menyewakan perahunya untuk dipakai para wisatawan. Tujuannya bisa bermacam-macam sesuai dengan permintaan pengunjung. Bisa sampai pulau Madura atau sampai ke tengah jembatan Suramadu dan berfoto di tengah selat Madura dengan backgorud jembatan Suramadu.

Soal biaya, pengjung jangan sampai terjebak oleh para nelayan nakal. Tarif normalnya adalah Rp 100 ribu setiap perahu setiap kali jalan. Satu perahu bisa diisi sekitar lima sampai delapan orang. Cukup murah bukan. Kuncinya harus bisa menawar para nelayan. Ada nelayan yang nakal sampai menarik per kapal Rp 300 ribu. Jadi harus jeli.

Kalau air sedang surut, banyak anak kecil dan juga pengunjung yang berburu kerang dan juga hewan laut di area pantai. Sebagaimana diketahui, di pesisir selat Madura sangat kaya potensi ikan laut. Mulai rajungan, kepting, sampai ikan kerapu. Tak layak jika airnya surut, anak-anak sangat antusias mengumpulkan pernik pernik ikan laut. Juga termasuk keong dan kerang.

ikan ikan aneh yg nggak biasa ditemui ada banyak di sini
Selain untuk menikmati pemandangan, aneka kuliner pesisir juga melengkapi wisata ini. Di sepanjang jalan tambak wedi juga terdapat pedangan kuliner. Mulai dari ikan bakar, aneka masakan cumi, aneka penyetan, dan juga aneka minuman juga hadir disana. Jadi tak perlu bingung untuk mencari menu berbuka.

Atau jika tidak ingin memakan menu jajanan, pengunjung juga bisa piknik dengan membawa bekal dari rumah. Ini karena di sekitar pantai tambak wedi juga ada taman rumput yang dibangun oleh pemkot Surabaya. Sangat cocok untuk piknik dan menyantap menu buka puasa. Jika masih sore, taman rumput nan hijau ini sering dipakai anak-anak warga setempat untuk olahraga futsal. Bagaimana, terarik untuk mngabuburit di sana?

Selasa, Juni 16, 2015

Nyang-Nyangan at Chinatown vs Night at Orchard

Hari kedua di Singapura lucu banget. Jadi kami sempet kucing-kucingan dengan panitia ASSIHL dan kabur dari acara konferensi. Ini atas ide dan peran bu Rektor juga lho ya. Aku suka dengan rector satu ini. Sebagai pemimpin cewek, dia asli merakyat banget. Nggak sungkan untuk becanda bahkan ikut ngerjain anak buahnya. Dan ngakak bareng. Suka deh.

Nah tepat pukul 13.00 waktu setempat kami geser dari NTU Executive Centre. Dua dosen tadi sampai heran pas tak bilangin kalau berita profil mereka sudah aku kirim ke redaksi. Mereka heran dengan cara kerja kami yang serba multi tasking. Bayangkan, aku wawancaranya sambil kucing-kucingan di toilet. Gara-gara tukeran ID card peserta konferensi. Si pak dosennya sampek bingung sendiri kok sempet wawancara di saat genting begitu.

selfi sebelum ganti kostum dolan
Dosennya bingung kok bisa sih? Sementara mereka mikirnya wawancara itu harus dalam kondisi ideal yang ngobrol enak sambil ngeteh dan nyemil. Jauhkan jauhkan pikiran itu. Hehehe. Bahkan wawancara sambil lari dan dusel-dusellan itu udah biasa kan ya buat kita para kuli tinta ini. “Lho sudah selesai tulisannya? Cepat banget?” komentar dosen yang namana sama kayak nama panggilanku itu.

Ya iya harus tak tulis cepat. Aku Cuma dikasih waktu 1,5 jam untuk nulis dan ganti baju casual untuk jalan-jalan. Sedangkan aku hanya dapat koneksi internet di dalam gedung ini. Jadilah ini bisa dilakukan karena kondisi menekan kami.

Dari NTU kami langsung ke Takashimaya untuk lunch. Nah kali ini aku sudah bernafsu untuk kuliner ala hedon. Mumpung gratis kan ya. aku pesen makanan Korea Teriyaki Bulgogi yang beef. Hidangan itu dihidangkan lengkap dengan rangkaian nasi korea dan acarnya. Termasuk kimchi. Ih ternyata kimchi itu nggak enak. Kok kalo nonton film korea enak banget mereka makannya. Kalau bulgogi beefnya sih mirip semur daging. Untuk satu porsi makanan ini, kami ditarik biaya sebesar SGD 9. Tambah minumnya lemon juice harnya SGD 2,4.
teriyaki bulgogi dan kimchi ala korea. udah mulai tumbuh naluri kuliner dan asal coba coba
Selesai makan, kami lalu cus ke Chinatown. We are ready to shopping. Hahaha. Ini nih bedanya atasan dan bawahan. Bu rector nggak ngikut ke Chinatown. Beliaunya tinggal jalan-jalan belanja di Takashimaya dan kami berangkat ke pusat belanja kota china.

perjalanan ke chinatown. seneng itu liat jalanannya yg damai gini
Di sini  cocok untuk belanja pernak-pernik olah-oleh berbau Singapura. Baik yang aksen china ataupun yang tidak. Kayak gantungan kunci, tempelann kulkas, dompet, dan juga tas. Lalu yang pengen belanja kaos juga murah-murah. Malah di sini ada yang SGD 9 dapat tiga kaos I love SG. Tas juga SGD 10 dapat dua atau dapat tiga.

jalanan yang bikin tenang ya manja bangat mata
Nah kalau belanja di sini, di pedagang-pedangan tertentu kalian bisa nawar lho. Aku sempet dapat kaos yang harganya mulanya SGD 15 dapat cuman SGD 10. Dari yang SGD 8 jadi SGD 5. Hehehe. Tergantung gimana kalian merayu pedagangnya sih. Ada yang welcome dan ada pula yang sengak. Tapi mayoritas memang net, tapi ada juga kok yang nggak.

Dan, nggak perlu repot-repot pakai bahasa Inggris, rata-rata pedagang di sini malah kalau udah nenger kalau kita Indonesian, mereka akan menawarkan barangnya dengan bahasa. Kita ngomong apa juga mereka mudeng kok. Jadi jangan khawatir, language is not a barrier for shopping here guys.

Kalau di lihat budaya nya shopping orang Indonesia dengan bule barat, keliahatan banget, mereka kalau belanja nggak suka borong. Mereka sukanya belanja yang pernak-pernik di sini. Kayak baju, dan juga hiasan-hiasan dinding. Setelah cukup pegel nyambangi setiap gang di Chinatown ini, kami akhirnya balik.

di chinatown bisa ngenyang.
Kalau kalian mengamati, tepat disamping gerbang masuk Chinatown, kalian akan meilah kuil bagus disana. Setiap sorenya banyak penduduk sana yang sembayang. Arsitekturnya cukup bagus buat background foto. hehehe.

semacam temple untuk sembahyang samping chinatown
Lepas dari Chinatown rombongan terpisah jadi dua. Aku mas mumun dan mbk evy mohon ijin melancong lagi ke Orchard. Kami sengaja ingin menikmati suasana malam Orchard road. Alas an utamaya sih nganterin mbk evy yang udah ngebet pengen ngasep. Kedua nganterin mas mumun hunting foto hanya demi nyaingin pemrednya Detik di instagram yang lagi merangin dia lewat posting2 foto tandingan di Singapore dalam waktu yang bersamaan.

Okeeei. Dan aku? Hunting es potong lagi. Hahaha. Dan nyempetin wawancara lagi. Di depan Tang mall, aku sempat ngobrol dengan pegawai mall yang lagi makan malam. Dia orang Filipina yang kerja disini. Aku coba tanya-tanya tentang kehidupan malam di sini. Ternyata, di sini hanya ramai sampai 23.00 waktu setempat. Selepas itu mall sudah harus tutup. Kalau mau begadang, turis-turi suka geser ke Clarke Quay untuk nyamperin bar dan juga live music show di sana. Nice info Laura Maria.

kurang gembel apa coba fotografer gue... untung dia baik, hehehe pis mas :p
belagak kayak shopinista
Nah menghabiskan malam di Orchard Road ini memang awesome. Menikmati kehidupan malam di negeri orang. Sebenernya sih alasan sebenarnya dua orang sobat saya ke jalanan ini selain buat refreshing adalah biar bisa ngasep. Nggak betah banget mereka tanpa ngasep di ruangan ber AC dan juga seharian sama bu rektor. tapi serulah...

Karena suddah ditinggal mobil travel, maka kami sekitar pukul 23.00 harus segera balik ke NTU. Kami naik MRT dari bawah Ion Orchard Mall. Kami harus ganti dua line MRT. Pertama ke Jurong East, melewati dua station sampek ke Pioneer. Dan Pioneer kami naik taksi ke NTU. Ongkos MRT nya SGD 6. Plus ongkos taksi nya SGD 8,5. Sebenarnya argonya segittu. Tapi karena itu sudah tengah malam, maka mereka dapat komisi tabahan harga sebanyak 30 persen. Jadinya SGD 10,8  deh. 

sebelum ke chinatown kita mampir ke Redaksi Street Times. Koran besar di Singapore. Dan ternyata manageman media di negeri sana beda jauh sama di Indonesia lho. 
*bersambung

Laser Show at Singapore River Cruise




Sedikit lanjutan cerita dari singapur akhir tahun lalu.. udah ditulis dari jaman kapan tapi baru inget ngepos sekarang... Let me ya...

Kami berangkat ke Singapura hari Rabu pagi. Kofenrensinya masih hari Kamis, jadi hari pertama ini kami langsung jalan-jalan begitu menginjakkan kaki di negeri yang tersohor dengan kebersihannya dan juga ketaatan warga negaranya pada peratuhan pemerintah. Wuuu. Hehhe tapi emang iya banget sih. Semua serba teratur, bersih dan hampir nggak ada pemandangan yang ugal-ugalan, jorok, apalagi yang sampek kebut-kebutan di jalanan.

Kami bersepuluh terbang dari Surabaya sekitar pukul 08.30 WIB. Dan sampai di sana sekitar 2 jam kurang lima menit setelah lepas landas. Beda waktu di sana ternyata satu jam, di sana lebih cepat. Selama perjalanan dengan Garuda Indonesia ini aku nggilani banget. Entah ya, perasaaan kalao naik pesawat lain aku nggak sampek pusing-pusing, ini aku sampek mual dan nggak enak banget. Begitu mau landing malah kebelet pipis tapi nggak dibolehin pramugarinya karena sudah hampir mendarat. Pramugarinya nggak tahu tuh, gimana rasanya nahan pipis dalam keadaan mual dan pusing2.

Begitu sampai di Changi International Airport, langsung yang terpikirkan olehku adalah airport ini keren banget. Luas dan modern. Layak kalau bandara ini disebut sebagai salah satu bandara terbagus di dunia. Dengan ukurannya yang seluas desa Padangasri itu, orang nggak bakalan tersesat. Di sana banyak banget petunjuk jalan yang ditulis dengan lima bahasa berbeda. Inggris, China, Thailand, India, dan juga Indonesia. Dan ternyata nggak cuma di bandara, di angkutan umumnya juga hampir selalu ada lima bahasa petunjuk bagi para wisatawannya.
changi airport
Nah, begitu kami sampai sana, kami langsung dijemput sama travel agent milik istrinya Pak Rudi Adjiwinoto. Kenalannya orang Narotama sih. Dia orang Kediri, yang sekarang sudah punya KTP Singapura. Istrinya orang Hongkong dan dia juga punya KTP Hongkong. Dia chinesse yang keren. Kenapa keren, karena dia totalitas banget mendampingi kami jalan-jalan, walaupun nggak dibayar. Sangar.

Kami dijemput dua mobil seperti elephant. Satu untuk kami, satunya lagi untuk bagasi kami. Jangan heran dengan sepuluh orang itu, hampir semua bawa dua tas dengan salah satunya koper. Kecuali aku tentunya. Seperti biasa aku selalu irit dalam urusan packing. Aku hanya bawa satu ransel biasa, dengan satu tas selempang. Cukup deh untuk bangkelan selama empat hari di negeri orang.

Tujuan pertama kami adalah ke penginapan YMCA. Tiga orang rombongan kami yang terdaftar dalam konferensi itu nginepnya di sana. Setelah check in, kami langsung checkin dan reregistration di Nanyang Technological University (NTU) tempat konferensinya. Setelah semua beres dan sholat-sholat, kami langsung melanjutkan pertualangan pertama kami.

takashimaya
Tujuannya adalah Takashimaya Mall di bilangan Orchard Road. Nyampek sana, kami langsung dibawa untuk nyerbu foodcourtnya. Karena sudah jamnya makan siang dana asli sdah lapar, padahal di pesawat tadi makan, dan sebelum boarding juga makan KFC. Hmm, kejawab kenapa aku gendut banget setelah pulang dari sana.

Karena sudah lapar, nggak mikir kuliner dan nyoba-nyoba makanan aneh-aneh. Kami langsung nyerbu conter Indonesian cuisine dan milih nasi padang. Ini aman karena ada logo halalnya. Satu porsi makanan rata-rata harganya 7 dolar (singapura). Tambah minumannya sekitar dua dolar. Kalao air putih malah mahal hampir tiga dolar. Mending beli minum yang rasa-rasa.

menu pertama belom berani coba coba
Setelah selesai makan, kami jalan-jalan ke mall nya. Yaaa inilah Singapura. Layak kalau dijuluki sebagai surganya para penggilla shopping. Di sini yang ada brand-brand fashion yang tersohor itu lho. Macam hermes, Louis vuitton, Prada, Zara dan banyak lagi. Si ibu rektor sempet belanja sepatu hak tinggi di sini. Harganya sekitar 200 an dolar. Sepatunya padahal polos begitu, mahal amat harganya.


Tapi emang bu rektor satu ini ngefans banget sama warna hitam dan putih. Selama empat hari di sana, aku nggak ngeliat ibu ini gantti baju selain warna itu. Bajunya selalu hitam, dan kerudungnya selalu warna putih. Karena gemes -sayang banget soalnya, ibunya cantik lho, usia 50an tapi masih awet muda- ibunya tak tantang, ntar pas wawancara edisi khusus hari ibu, bu rektor harus pakai baju selain warna hitam dan putih. Itu request khusus. Haha semoga ditepatin.

Kami jalan-jalan di orchard road dan menuju ke Lucky Plaza. Ini semacam pusat oleh-oleh murah di jalanan itu. Cukup terkenal. Karena disini kalian bisa mborong pernak pernik oleh-oleh yang cocok buat orang Indonesia. Mulai gantungan kunci, tempelan kulkas, kaos, sampai cokelat.

Aku sempet beli kaos di sini. Ada banyak macem kaos di sini. Yang murah 10 dolar dapat tiga. Tapi itu kualitasnya nggak bisa dibilang bagus. Kalau yang bagus harganya 14,9 dolar. Nah aku sempet mau beli beberapa di sini, tapi katanya Miss Anie, ntar di Chinatown lebih murah. Aku nurut. Eh malah di Chinatown dapetnya lelbih mahal, 16 dolar. Hmm… jangan mudah percaya.

makan es krim singapur? ya di singapur dong :p

Oya, selagi jalanan Orchad, jangan lupa belie es potong. Bread ice. Harganya murah, Cuma 1,4 dolar. Dan rasanya juga enak. Heheh, aku habis dua di sini. Mumpung di sini, kapan lagi, jadilah incip=incip makanan yang ada di sana.

Lepas jalan-jalan di lucky plaza, kami geser ke Clarke Quay. Di sana tempatnya dermaga river cruise. Sesuai rencana kami ke sana untuk menikmati laser show yang setiap hari diatraksikan di gedung  Gedung Marina Bay Sands saat petang menjelang. Karena kami sampai di sana masih sore, kami menunggu sampai hari agak gelap.
bu rektor dan si abiyu

clarke quay nunggu senja baru boleh naik perahu
Harga tiketnya 36 dolar, itu lengkap se laser show nya. Kalau nggak pakai laser show, cumin naik perahu aja, dikurangi 6 dolar. Mahal ya kalu di kurs in ke rupiah. Asli deh kalau lagi ke luar negeri dan berhadapan dengan mata uang Negara lain, kerasa bangat kalau Indonesia ini mata uangnya rendah banget nget nget. Di singapur satu dolar udah dapat es krim enak. Nah di Indonesia, 100 rupiah aja belum boleh. Disini, 100 dolar udah bisa beli sepatu merk internasional. Huh, ayo dong Indonesia maju,,

Nah, dari dermaga itu kami naik perahu yang sudah disiapkan. Kami diajak menyusuri sungai yang membelah Sngapura menjadi dua bagian itu.
gedungnya bagus 

river cruise singapore
Amazingnya menikamti pemndangan gedung-gedung tinggi menjulang  yang megah dan kelip2 indah saat malam. Dan saat itu lagi bulan separuh. Meski mending Alhamdulillah gak hujan.

gak sempet foto di depan merlion, soalnya dari atas perahu

laser show itu dipancarin dari gedung keren Marina Bay Sands ini nih. kita nontonnya dari river cruise. it  was so amazing. jempol bgt buat Singapura. 
Pertunjukan laser show nya sih sekitar 20 menitan. Jadi semua terintegrasi mulai kapal, gedungnya, sampai taman di bawah marina bay sands itu. Saat puncak gedung menyorotkan atraksi lasernya, taman di bawahh juga ada pertunjukan music, dan juga ada atraksi air mancur. Keren pokoknya. Benar-benar tempat wisata yang memenjakan wisatawannya.

*bersambung

Sabtu, Juni 13, 2015

A Side Story (2)





Hari ini ngomongin soal sahabatan? Basi banget nggak sih. Tapi buat saya, arti sebuah sahabat itu nggak muluk muluk. Cukup mereka yang selalu menerima saya apa adanya, dan siap menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Dan bagi kami, menjadi pribadi yang saling mengerti menjadi kunci hingga persahabatan kami nggak pernah selesai sampai hari ini. Kami dengan segala keunikannya masing-masing selalu punya ruang bagi satu sama lain. Selalu jadi teman bagiku ya guys. Muah. Seneng akhirnya bisa ngumpul berempat. 

Sabtu, Maret 21, 2015

Senin, Januari 26, 2015

Pilih Mana, Jadi Dokter Orang Hidup Apa Orang Meninggal?

Kombes Pol Dr. Budiyono, MARS
Ketua Tim DVI Polda Jatim sekaligus Kabid Dokkes Polda Jatim
25 Tahun Menjadi Dokter Jenazah

Minggu (5/1) saya dapat giliran nulis Persona. Kebetulan lagi pengen banget wawancara sama orang keren satu ini. Dan alhamdulillah dapat kesempatan untuk wawancara langsung dengan beliau. Mau ikutan baca? Yuk marii
Ketua Tim DVI Polda Jatim Kombes Pol Dr Budiyono MARS
KERJA tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim dalam menangani korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura mendapat apresasi dari kepolisian dunia alias Interpol.  Kerja tim DVI ini dianggap cepat, tanggap dan juga lengkap dalam memberi layanan baik dari segi identifikasi jenazah maupun memberi layanan pada keluarga korban.

Siapa orang di balik tim DVI Polda Jatim itu? Kombes Pol Dr Budiyono MARS jawabannya. Menjabat Kabid Dokkes Polda Jatim yang secara otomatis juga menjadi Ketua Tim DVI, kerjanya memang patut diberi acungan jempol.

Wartawan Radar Surabaya, FATIMATUZ ZAHROH beberapa waktu lalu berbincang panjang lebar dengan pria asli Madura ini. Berikut petikan wawancaranya.

Selamat pagi Pak Budi. Selamat atas kerja tim DVI Polda Jatim yang mendapatkan apresiasi dari Interpol.
Selamat pagi. Alhamdulillah, ini adalah capaian kita bersama. Kerja kita mendapatkan apresiasi lantaran apa yang kita lakukan terbilang cukup bagus. Kita terbilang sigap dalam menghadpi kabar pesawat itu jatuh.

Bagaimana sih aslinya kerja tim DVI Polda Jatim hingga mendapat apresiasi dari dunia itu?
Begitu siang kita dapat kabar pesawat hilang kontak, kita mulai menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari posko untuk keluarga korban, menyiapkan cool storage berkapastas 200 jenazah dengan suhu minus 20 derajat dan tenda otopsi sampai 20 unit untuk pemisahan jenazah. Kita juga siapkan family assisten center. Kita siapkan itu semua untuk mengantisipasi, siapa tahu jenazahnya tiba dalam jumlah langsung banyak.

Apakah hal tersebut termasuk istimewa sampai diberi apresiasi?
Ya, mereka bilang bahwa apa yang kita lakukan ini beda dengan negara lain. Bahkan saya diundang untuk menjadi narasumber untuk memberi materi di Lyon, Prancis. Itu adalah apresiasi yang spesial.

Kalau boleh tahu, bagaimana kerja tim DVI mulai awal mengidentifikasi korban hingga akhirnya berhasil mengidentifikasi jenazah lalu diserahkan pada keluarga?
Prosesnya panjang. Kami tim DVI terbagi dalam lima fase. Fase pertama adalah tim olah TKP. Mereka bertugas langsung di Pangkalan Bun. Mereka bertugas mengumpulkan dan mencari bukti-bukti primer, termasuk properti dari jenazah. Namun kita sempat yang kesulitan karena di awal-awal evakuasi,  kondisi jenazah kurang baik. Misalnya sempat terjadi perhiasan korban yang dipisahkan.
Mungkin maksudnya baik agar tidak ada pihak yang mencuri kesempatan. Tapi itu kadang bisa menghilangkan bukti-bukti. Tapi setelah kita komunikasikan dengan tim SAR, alhamdulillah semuanya lancar.

Lalu, fase yang selanjutnya?
Fase kedua adalah tim pemeriksa post morthem. Mereka terdiri dari banyak ahli mulai dari antropologi forensik, patologi forensik, ahli dalam bidang finger print, dan juga ahli dalam bidang identifikasi DNA.
Berikutnya fase ketiga adalah tim pemeriksa ante mortem dari pihak keluarga., disusul dase keempat adalah tim rekonsiliasi, dan fase yang terakhir adalah fase evaluasi keseluruhan.

Apa kendala terbesar dalam melakukan setiap tahapan identifikasi jenazah?
Dalam mengidentifikasi jenazah korban pesawat jatuh yang sering terjadi adalah kondisi jenazah yang sudah tidak lengkap. Pertama tentu karena adanya pembusukan, terlebih lantaran jenazah sudah berhari-hari di air laut yang bersifat asin sehingga banyak menghilangkan bukti primer, mulai dari sidik jari hingga bentuk tubuh jenzah tersebut.
Bahkan tidak jarang, tubuh sudah tidak utuh, jenis kelamin juga susah dibedakan, namun untungnya kita memiliki tim post mortem yang terdiri dari banyak pakar. Jadi untuk jenis kelamin dan usia, hingga akhirnya bisa diketahui. Malah yang seringnya menghadapi kendala adalah pada tim antemortem.

Memangnya apa yang dihadapi tim di ante mortem?

Misalnya, yang menjadi korban di pesawat itu satu keluarga. Sehingga keluarga yang mendaftarkan data-data ante mortem itu bukan dari keluarga dekat. Mereka tidak kenal betul dengan korban. Data ante mortem seperti adakah tanda lahir, tato, bekas luka, kemudian bekas operasi, itu mereka tidak tahu. Ini membuat jenazah susah untuk di-match-kan.

Tapi, bukannya ada cara lain yang lebih instan dan praktis untuk identifikasi, yaitu dengan mencocokkan DNA?

Tidak semudah itu. Memang kalau dari tes DNA, kemungkinan untuk match akan lebih akurat. Namun, prosesnya pun tidak bisa secepat itu. Malah cenderung lebih lama. Lebih-lebih untuk korban yang ada di laut, untuk DNA kadang pun bisa berkurang akuratannya. Dan yang paling penting, yang bisa dicocokkan DNA nya adalah orang tua atau anak dari korban. Nah kalau korbannya sekeluarga? Ini yang susah.

Adakah korban AirAsia yang sampai susah diidentifikasi DNA nya? Lalu apa yang dilakukan oleh tim DVI?

Ada, karena jenazah kondisinya sudah mengalami pembusukan yang parah, bahkan sampel DNA nya sudah tidak terlalu bagus. Maka tim DVI antemortem akan turun ke lapangan. Mereka akan pergi ke tempat tinggal korban untuk mengambil sampel DNA korban yang tersisa di rumah. Bisa dari sikat gigi, sisir, dan juga baju kotor, kadang di sana masih ada sampel DNA yang bisa diambil. Seperti rambut, atau keringat yang menempel di baju kotor.
Ada tim kami bahkan sampai ke Blitar untuk mendapatkan data itu. Itu juga yang kami lakukan jika data ante mortem kurang. Seperti pula ada korban yang belum mengisi rekam sidik gigi, kami akan turun mencari di mana korban pernah melakukan rekam sidik gigi, karena kan tidak mungkin jika keluarga yang mencari dokter itu. Ada yang keluarga yang emosinya masih labil, dan sebagainya. Maka kami yang turun langsung mencari data.
Bapak ini dokter yang keren !
Tapi, bukankah ada rekam CCTV bandara? Untuk korban yang masih utuh bajunya, kenapa tidak bisa langsung disimpulkan bahwa itu adalah korban yang sesuai dengan manifest di pesawat?
Tidak bisa begitu. Tugas tim DVI adalah mengidentifikasi jenazah yang bisa dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun ilmiah. Kita melakukan identifikasi post mortem dan ante mortem, dalam rapat rekonsiliasi, dua laporan tim itu akan dimatchkan.
Hanya jika semua data itu cocok 100 persen baru kesimpulan bisa dikeluarkan. Jika ada sedikit saja yang masih belum cocok, maka harus diulang lagi proses pencocokannya.
Kalau patokannya hanya CCTV, atau properti yang ditemukan di lapangan, siapa yang bisa mempertanggung jawabkan jika ternyata barang yang dikenakan saat itu ternyata adalah pinjaman dari penumpang lain? Kalau tertukar siapa yang akan bertanggung jawab?

Apakah semua jenazah sudah pasti berhasil diidentifikasi? Apa ada kemungkinan jenazah gagal diidentifikasi? Kalau ada, bagaimana?

Tentu saja ada. Jika sampai akhirnya pencocokan jenazah mulai dari post mortem, ante mortem tidak ada yang cocok, maka kami tidak akan bisa mengembalikan jeanzah itu ke siapapun. Maka harus kami kuburkan secara masal.

Setelah menjalani karir sebagai ketua tim DVI di enam Polda di Indonesia, apakah persitiwa jatuhnya Air Asia QZ 8501 ini adalah peristiwa yang paling besar yang melibatkan tim DVI?

Kalau dibilang AirAsia ini luar biasa, sebenarnya tidak. Malah kalau dibilang biasa. Namun, mungkin kelebihannya mengapa peristiwa ini disorot banyak pihak sampai negara-negara lain adalah karena ada warga asing yang menjadi salah satu korban. Kalau dibilang, luar biasa, misalnya tsunami Aceh, kejadian bom Bali, lalu identifikasi imigran gelap Timur Tengah, dan juga kecelakaan peswat Garuda di Jogja itu juga peristiwa yang besar.

Menjadi dokter Polri, apa memang cita-cita Bapak?

Saya memang sejak kecil ingin menjadi dokter. Tapi cita-citanya dulu jadi dokter orang hidup, tapi ternyata jalannya adalah menjadi dokternya orang yang sudah meninggal.
Tapi, bagi saya ini adalah sebuah pengabdian. Kalau mencari materi, tentunya jadi dokter orang yang masih hidup lebih besar ya. Tapi di sini yang dicari adalh murni pengabdian. Bagi saya pribadi, kepuasan itu adalah ketika kita bisa berhasil mengidentifikasi jenazah dan mengembalikannya pada keluarganya. Itu tidak ternilai harganya,

Lalu bagaimana ceritanya bisa jadi dokter Polri?

Begitu saya lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, saya langsung ditarik untuk menjadi PNS dan ikut wajib militer tahun 1989. Kemudian saya ditugaskan sebagai Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polwil Sulawesi Utara Polda Sulawesi Utara. Nah dari sanalah karir  saya sebagai dokter polri. Sejak itu terus menjadi Kabiddokkes di polda provinsi, keliling, hingga di Jatim ini adalah karir sebagai Kabiddokkes yang ketujuh.

Menurut Anda, bagaimana perkembangan DVI di Indonesia?

Kondisi saat ini sudah jauh lebih baik. Perkembangan DVI di Indonesia sendiri mulai bergeser ke arah profesional setelah bom bali 2004. Sebelum itu, masih belum memenuhi standar Interpol.
Dulu sempat ada kejadian, ada korban kecelakaan dimana ada salah seorang korban tewas diidentifikasi sebagai salah seorang manifest penumpang. Nah setelah beberapa tahun, ternyata pria tersebut kembali ke rumahnya, istrinya sangat terkejut lantaran kepolisian sudah membuat identifikasi bahwa suami sudah meninggal dan jenazahnya pun sudah dikuburkan sehingga ia menikah lagi. Padahal suaminya itu selemat dan tersesat dalam suatu pedalaman.
Itu adalah cerita saat tim DVI kita masih belum seprofesional sekarang. Itulah sebabnya dalam identifikasi benar-benar harus cocok dan bisa dipertanggungjawabkan dari sisi ilmiah ataupun hukum. (*/jee)

The Doctor and his family
Keluarga Mengerti Kerja Saya yang Berpindah-Pindah
Kemandirian Jadi Kunci Didik Anak

Bekerja sebagai abdi negara bagi Buyono harus dijalani dengan penuh rasa ikhlas dan juga penuh rasa pengabdian sebab, karena profesinya sebagai dokter Polri, membuatnya bekerja nomaden alias berpindah-pindah. Ia bahkan kerap ditugaskan di luar Jawa hingga keliling dari satu daerahj ke daerah yang lain. Hal itu membuatnya sering meninggalkan istri dan juga tiga buah hatinya.
“Untungnya keluarga saya mengerti, bahwa ini adalah resiko saya sebagai dokter polri. Sejak 1995, saya akhirnya memutuskan untuk menetap di Jakarta. Jadi selama saya dipindah tugas, saya pindah sendiri sedang mereka menetap disana. Ini demi pendidikan anak-anak,” tutur pria penghobi olahraga fitnes ini.
Namun, meski tinggal berjauhan dengan keluarga, saban satu minggu sekali, istri dan juga anak-anaknya kerap mengunjunginya di Surabaya. Sebab, Budiyono terbilang susah untuk meninggalkan daerah tempatnya bekerja, jadi ia hanya bisa pulang kalau ada tuga ke Jawa Barat atau Jakarta, maka ia akan menyempatkan diri untuk sejenak pulang ke rumah.
Akan tetapi, meskipun kerap tidak jauh dengan keluarga, Budiyono terbilang sangat dekat dengan tiga orang putrinya. Yaitu Nydia, Vidita, dan juga Salsabila. Kebiasaan terbuka dalam keluarga dan juga berdiskusi membuat mereka selalu ada untuk satu sama lain. “Mulai dari soal sekolah mereka, pekerjaan, atau masalah pribadi mereka atau misalnya pacar mereka, anak-anak saya selalu cerita,” ungkap suami dari Yennyi Lelita Oktaviawaty ini.
Budiyono mengaku sangat bersyukur dengan keluarga kecil yang ia miliki. Sebab, meski tinggal berjauhan, doengan modal kepercayaan dan juga kemandirian yang ia tanamkan pada anak-anaknya, semua anaknya telah berhasil menjadi anak-anak yang sukses.
“Anak saya yang pertama lulus sarjana UI di usia yang masih 19 tahun, dan langsung ditark bekerja semagai manager di salah satu perushaan swasta asing besar di Indonesia,” tuturnya. Begitu juga anaknya yang kedua, putrinya itu kini sedang merampungkan studi di Belanda dengan modal beasiswa akademik. Pun begitu dengan putri bungsunya, kini putrinya itu sedang menjadi boardingschool untuk persiapan kuliah di Australia.
“Anak-anak saya ajarkan mandiri, karena saya tidak bisa memantau 24 jam. Dan kuncinya mereka saya ajarkan untuk suka baca, dan bacaan apa itu saya sediakan,” pungkasnya tersenyum. (ima)

Foto-Foto by Ahmad Khusaini 
Fotografer Radar Surabaya