Minggu, Mei 11, 2014

Because Graduation is Always Special





Dulu ketika maba di Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya, saya bahkan belum bisa membayangkan bagaimana ya saat semua tugas akademik di kampus perjuangan tunai. Begitu waktu itu tiba semua beban rasanya terangkat. Lega.




Tapi kata orang bahwa Tuhan selalu baik dan memberi kita apa saja tepat pada waktunya, semuanya benar dan nyata. Bahwa tidak ada suatu kebetulan, dan tidak ada musibah yang datang tanpa hikmah




Yap, saya sempat menganggap bahwa molornya saya satu semester adalah musibah terbesar. Tapi toh nyatanya tidak. Bergelut satu mata kuliah saja dalam enam bulan, bukan satu hal yang mudah. Jengah 




But well, semua mengantarkan saya pada satu titik dimana saya berada sekarang. Semua sudah yang Di Atas yang mengatur. Semua perjuangan telah tunai, dan saatnya kita memulai perjuangan yang lain dengan mimpi dan tantangan baru, Kawan









Momentum 2009
Jadi ingat, momentum itu adalah  nama angkatan kami. Nama kaum kami. Nama itu diberikan ketika kami seangkatan telah lolos menjalani proses ospek yang bernama Pengkaderan. Ada yang bilang pengkaderan di ITS berat? Ya. itu tidak bohong. Kami benar-benar ditempa bagaimana survive dengan mengenal keluarga kami seangkatan. Saya ingat dulu di awal-awal kami diminta untuk mengenal ke 64 teman kami satu sama lain. mulai dari nama, asal, golongan darah, sampai dia punya penyakit apa. 

Dalam satu even bernama Physics Charakter Buildng (PCB), kami ditanya satu-satu poin-poin di atas sebagai indikator kami sudah saling kenal atau belum. Kalau hanya tahu nama saja, kena poin. Yang nanggung hukuman bukan kami langsung. Tapi seringnya adalah Komting. Komting itu semacam ketua kelas, ketua angkatan. Dia koordinator kami. Nah, pas jaman maba, komting Momentum itu tuh di foto yang tengah. Namanya Mashuri. 

Dia komting yang keren, melas dan juga kasihan. hahaha (maaf ya mashuri). Tapi justru dia yang membuat kita jadi angkatan yang nggak cupu. He is a good komting. Jadi komting yang seringnya jadi korban naggung hukuman. Mulai dari push up, panggilan malam push up berantai, bahkan juga jotos-jotosan. 

Hmmm entahlah. Kata orang ini yang bikin persaudaraan mahasiswa ITS itu erat. Bisa jadi begitu. Karena bagi saya, semua anggota Momentum adalah saudara. Mereka yang selalu ada dalam sedih senang dan juga tempat melibur lara. Karena hanya teman keluarga yang kita punya di tanah rantau. 

Tempat curhat saat kangen, tempat ngutang saat kiriman telat, tempat mencari motivasi, dan juga tempat mencari inspirasi. Makanya, saat lulusan kemarin, rasanya seperti tersedot ke lorong waktu saat pengukuhan maba. Tak terasa bahwa 16 Maret 2014 itu telah mengukuhkan kami jadi sarjana.

Memang saya nggak ikut prosesi euforia saat di Jurusan bersama teman-teman yang lain. Bagi saya, semua suka dan luka yang terukir sudah cukup untuk saya bungkus dalam memori berlabel Keluarga Momentumku. Bersama mereka saya tumbuh menjadi seperti sekarang. Bersama mereka saya berkembang dan bersama mereka saya menemukan apa arti persaudaraan dalam persahabatan.

Mungkin kali lain kita bosa bersua lagi secara utuh. Dengan komitmen lain, dan mimpi-mimpi yang lain. Komitmen Momentum dulu apa ya? Menjadi keluarga yang kuat, berprestasi dan apa ya lupa. Hahahaha. Gara-gara ngapalinnya underpreasure sih.. 

Happy Graduation Momentum. Thanks for everything
*latepost

Selasa, Mei 06, 2014

Paranoid, Pengidap Tumor Mulut Sylvia Rumpuin

hai guys.... kok rasanya lama banget nggak nge blog.. jadi pengen cerita-cerita lagi.
kali ini yg pengen tak share adalah pengalaman kemarin pas liputan bocah penderita kanker mulut. well.. pasti serem ya ndengernya? sama ... apa lagi saya yang liputan dan langsung ketemu si bocah...

oke? jadi ceritanya saya dapet tugas siang2 pas lagi boci karena tepar paginya habis liputan sidak UN, ditugasin sama GM Radar Sidoarjo untuk ngeliput Sylvia Putri Rumpuin. dia adalah warfa sidoarjo yang mengidap tumor mulut. kabarnya dia sudah dirujuk ke RSUD Dr Soetomo dan sempat nginep di Yayasan Kanker Indonesia (YKI).

yaaa kalao boleh jujur saya menghindari banget ambil liputan begini ini. semua tentang rumah sakit saya benci pokoknya. paranoid. trauma. daaan yaaa sejenisnya. tapi karena sudah sempet koordinasi dan yg punya pos kesehatan juga gak mau take, yaa akhirnya saya yang berangkat.

dengan bekal petuah 'Kalau kerja yang ikhlas..' saya akhirnya melangkah mantap ke soetomo dan langsung cus ke IRNA Bedah Cempaka. yap tanpa ijin sana sini, dan juga menghindari bertanya petugas rumah sakit. karena apa? berdasarkan pengalaman, ijin sama petugas itu sselalu bukan malah membuat tugas makin ringan tapi justru semakin ribet. suruh ngurus inilah itulah... pokoknya serba prosedural.

saya langsung nemu ruang cempaka. dan secara manual nyari ruangan sylvia. nyelonong masuk sambil tengok kanan kiri, semoga nemu. dan alhamdulillah, pas lewat di depan kamar nomor 18 saya nggak sengaja lihat bocah yang mulut bengkak dengan ukuran super. bahkan ada benjolan daging berwarna merah yang muncul keluar mulut. *astaghfirullah. sepertinya dia yang saya cari.

alhamdulillahnya, pas ada dokter anastesi yang meriksa. dan saya candid sedapat mungkin ambil gambar. well... ini dilakukan buat jaga2 karna keluarga pasien begini suka sensitif kalo mau diambil gambar. untungnya nggak ketahuan. tapi akhirnya sya ijin kalo td udah ambil gambar. well ini karna sialnya mas fotografer g bisa di ajak ke RS. tp syukurlah semua teratasi. 
untuk memastikan, saya coba tanya ke suster apa benar Sylvia dirawat di kamar nomor 18. dan ternyata benar. saya pun langsung kesana dan ternyata dia tidak sedang didampingi ayah ibunya. saya sudah defence padahal. karna kata wartawan jawa pos, ortunya yang asli ambon itu agak gak suka anaknya di ekspos media.

saya pun memanfaatkan waktu kami berdua untuk ngobrol. walau dia susah bicara -dia hanya bisa membuka sedikit ruang untuk ngomong- tapi dia berbaik hati untuk menjawab satu dua pertanyaan saya. sebelum lalu sylvia menelepon ibunya agar segera datang. well dia mulai risih ya

pas sy tanya, ternyata tumor itu tumbuh karena dia salah langkah dalam mencabut gigi geraham kirinya. dia mencabut kasar giginya yang sudah goyang hingga akhirnya infeksi. keluarganya sempat membawa ke rumah sakit. namun diagnosa dokter justru salah. dokter memberinya vonis TBC. alhasil selama dua bulan lebih Sylvia hanya diobati dengan obat TBC bukan tumor.

tentu saja, karena salah obat bengkak di mulut bocah kelas V SDN Leboh ini tak kunjung kempis. tapi justru seminggu belakangan semakin membesar hingga keluar bagian mulut. karena khawatir barulah ibunya Poniyum merujuknya ke RS Airlangga. dari sana Sylvia mendapat rujukan ke YKI.

dari YKI itu akhirnya jadwal oprasi Sylvia segera disusun. Tanpa biaya tanpa antri. "Ini keajaiban. Tuhan yang menuntun kami," ujar Poniyum. dirinya pun semakin senang karena kondisi sylvia yang sangat stabil untuk dioperasi. dia diminta untuk puasa 12 jam jelang operasi. ini mudah, toh dia gak bisa makan, dia hanya bisa minum susu lewat sedotan. hanya itu ruang yang disisakan tumor agar mulutnya bisa terbuka.

uniknya, meski sudah begitu besar tumornya, Sylvia mengaku tidak pernah kesakitan. paling banter hanya kemeng. dia pun jarang menangis. super.

entaj kenapa, walaupun sempat kesal ditugasin liputan kesehatan begini, tapi saya senang saat adrenalin terpacu. berusaha menata kalimat dan strategi agar dapat berita di tengah kabar ayahnya yang tidak mau diwwncara juga prosedur RS yang mematikan langkah. tantangan. itu kuncinya. dan Allah selalu memberi jalan bagi hambanya yang mau berusaha...



dan lebih senangnya lagi tulisan saya menghasilkan tulisan feature yang memuaskan. dan diedit saya pak Hurek. salah seorang redaktur yang menginspirasi saya. Sejak dipindah di sidoarjo saya suka kangen diajarin beliau. hehehek