Sabtu, Juli 21, 2012

Pernah Hedon

18.38 WIB 18 Juli 2012

Ada sms masuk ke handphoneku. Dari teman lama di SMA, Mona. Dia dulu tema sebangkuku. Dia cantik, slengehan, dan satu yang selalu terkenang adalah dia selalu enerjik. hobinya menyanyi. Sudah nggak terhitung sederet penghargaan yang dia terima dengan modal hobi dan kemampuan bernyanyinya yang memang nggak diragukan.

Haha, Mona ini special, aku tergolong jarang berantem dengan dia. Walaupun kami sudah kenal dekat sekali sejak awal tahun di SMA kami, SMAN 1 Jombang. Dia juga yang banyak mengenalkanku ke dunia yang menurutku sedikit yaaah ‘hedon’.

Di tahun pertamaku salah satunya. Aku adalah salah satu murid terpandai dulu. Banyak teman-teman yang sering ke rumah untuk sekedar mengerakan tugas bareng. Itu labelnya, yaaah bahasa kasarnya mbacemlah. Tapi aku nggak pernah merasa perhitungan atau merasa dimanfaatkan, sama sekali. Jujur. Karena,,ya itulah, mereka, karena tak hanya Mona, tapi juga teman-teman si Mona ini.

mona
Rumah Mona dekat dengan rumahku di Perumahan Dosen Universitas Darul Ulum (Undar) Jelakombo, Jombang. Kalau sore-sore, Mona sering ke rumah, kadang Tanya tugas, atau hanya sekedar main dan curhat. Dari Monalah, akhirnya aku juga jadi akrab dengan genk hedon Mona. Ada Sherly (Cheche), juga Belinda (Bhebhe). Mereka ini sering dijuluki trio macan. Haha
monalisa windyoko



Walaupun nggak masuk dalam genk mereka –yang mungkin bakalberubah jadi kwartet macan- kan ya nggak mungkin, kami yang sekelas jadi sering ngumpul di rumahku. Bahkan mengerjakan tugas melukis pun juga di rumahku. Maklum, pelataran rumahku emang pas luasnya, terutama untuk melukis. Apalagi halaman depan rumahku yang adalah hamparan sawah sangat match untuk digunkan sebagai penjemur kanvas. Satu momen yang euphoria n sinetron bgt saat guyon-guyon ngomongin cowok, ngakak, atau bahkan saat bansai melihat hasil lukisan kami yang ,,, eemmm cuman Cheche yang akhirnya dapet bagus.. hahaha

Yaah, seperti yang tak bilang tadi, merekalah yang mengenalkanku pada dunia hedon. Banyak bergumul dengan mereka jadi membuatku sediki-sedikit ngikut jadwal dolen mereka. Aku jad kenal yang namanya rea-reo. Itu sebutan untuk aktivitas motoran sore-sore ngelilingin kota.  Hanya untuk sekedar muter-muter dan ehm nampang. Haha nggak penting kan. Itu karena aku goncengan sama Mona, Cheche bareng Bhebhe.
Sherly (cheche)
Dan salah satu yang menurutku paling hedon adalah mereka juga yang mbikin aku merasakan yang namanya jadi ‘Dancer’. Yap penari. Bukan penari remo atau penari tradisonal. Tapi penari modern.

Saat itu adalah acara classmeeting sekolah. Ini pas aku kelas X. Osis nyediain serangkaian acara. Acaranya macem-macem. Ada band-band an, puisi, nyanyi, dan beberapa acara lain. Yang jelas setiap kelas harus mengirimkan wakil buat acara ini.

Nah, dari sinilah, akhirnya aku jadi diajakin sama Mona Cheche dkk buat gabung n bikin satu pertunjukan dance. Nggak gue banget sebenernya. Tapi, mereka bilang, nggak apa, pake jilbab nggak masalah. Well, akhirnya aku setuju.

Kami pun mulai latihan di salah satu teman Cheche, yang ternyata temanku dulu pas TK. Kakaknya guru dance, maka kami pun nyewa dia dengan banyaran 100 ribu untuk penampilan kami. Hahaha, ada kalau seminggu latihan. Bareng aku, Mona Cheche Belinda juga Memei dan Yunita. Kami berlima dan cuman aku satu-satunya yang pake jilbab. :D
Memei
Untungnya narinya juga nggak macem-macem. Propertinya juga gampang. Cuman rompi yang adalah kreasi dari kerudung, baju putih, celana item, dan juga sebatang tongkat. Dan waaah,, kita dapet tanggapan positif waktu itu. Karena cumin kelompok kami aja yang nampilin dance. No one else. :)

Hahaha. Yah itu lagi satu bagian dari hidupku yang nggak akan pernah aku lupain.juga ketika gank dance geje ini berlanjut unutk tampil di Purnawiyata. Yaitu acara perpisahan kelas XII. Acaranya di gelar di GOR Merdeka Jombang. Ini lebih banyak lagi yang nonton. Dan lebih gila lagi dancenya… I will not tell you much :D

Tapi yang jelas, teman2ku itu, Mona, Cheche, Memei, dan juga teman2 yang lain Ara dan Ana, adalah bener2 temen sejawat sepanjang masa.  Yang tetep terus ada bahkan ketika jalan hidup mengantarkanku ke Ponpes. Bagiku itu adallah saat-saat terberat. Juga saat aku harus PP Mojokerto-Jombang ke semester akhir kelas XII. Si Cheche selalu bersedia aku tebengin sampai di tempat pemberhentian bus di Pasar Legi Jombang sana. Juga si Mona yang suka nganterin makanan ke Pondok, yang dulu sampai pas ujan2 dan bawain aku obat flu. Oh dear,,, that was so suit :D

Dan sms Mona tadi magrib tadi mengisyaratkan momen dia lgi pengen cerita. Dia bahkan mengundangku nginep dikamarnya, barang semalam. Dia yang emang sudah tunangan sama akabri laut, sepertinya sudah hendak melangkah ke ‘yang lebih lanjut’. Hwaaa aku jadi gak sabar ketemu. Cheche juga denger-denger sudah dapat calon pasangan hidup.

Hmm :) nggak sabar pengen denger cerita kalian :)




Book Is My Bestpartner Ever: Ganti Hati, Dahlan Iskan

Di kampus pas liburan itu sesuatu banget. Sesuatu maksudnya di sini khususnya adalah sepi, garing dan bosan. Oke setiap paginya pasti akan selalu disibukkan dengan aktivitas ngorlip. Atau ngapain aja di kantor. Tapi kalau sudah petang menjelang, dan kampus tak lagi memberi aktivitas, maka tentu saja pilihan terakhir adalah pulang ke kos.

Haha, biasanya, aktivitas di kos selau asyik, kalo dan andai saja, teman-teman kosan emak itu masih ada di kos. Tapi lain sekarang. Mereka sudah pada pulang kampung masing-masing, hmmmh.

Jadilah sendirian, di kos sendiri.

Bingung mau ngapain. Ide jalan-jalan pun juga ditolak. Jadilah aku berkencan dengan teman sejatiku –yang lama tidak kukencani- Buku. Ya, rasanya sudah lama sekali aku tidak membaca buku. Kangen rasanya mengembarakan imajinasiku mengikuti alunan si penulis. Hehehe. Sense berpetualang lewat buku itulah yang ternyata aku kangenin banget saat baca buku.

Dan buku yang menjadi temanku petang itu adalah bukunya si Bos besar yang sekarang namanya lagi tenar, Dahlan Iskan. Bukan yang Sepatu Dahlan, tapi yang Ganti Hati. Agak telat sih emang, sudah ada lama di kamar tapi ya gara-gara –sok-sok-an- nggak sempet jadi nggak pernah kebaca.

Inspiring Book *in writing

Gaya menulisnya yang ringan n mengalir menjadi ciri khas tersendiri saat membaca karya Menteri BUMN itu. Bahasanya yang singkat dan lugas membuat aku tak pernah jengah membaca kata demi kata. Ditambah lagi, cara Dahlan memberi diskripsi dalam tulisannya benar-benar memberi kesan hidup. And I do like it!!

Well, as we know, buku ini bercerita tentang sepenggal kisah Dahlan yang telah menjalani transplantasi liver (hati). Yang bikin excited adalah all about diskripsi Dahlan. Baik operasinya, rumah sakit tempat dia operasi di Tiongkok, dan juga semua uraiannya soal penyakitnya. Sumpah, gue suka gaya Dahlan bercerita. Natural, apa adanya, dan so easy understanding.

Kalau kata Bos asal Magetan satu ini, kunci dari menulis yang tanpa gambar adalah memang diskripsi yang detail. Dia sangat memegang kuat semboyan, diskrispi yang kuat mampu menghidupkan imajinasi pembaca. Dan dia berhasil.

Membaca tulisan Dahlan seolah berkenalan dengan Dahlan lebih dekat. Jadi terharu membaca kisah kecil Dahlan yang melarat dan menderita dlam kemiskinan. Bagaimana kejamnya hidup jauh dari ibu, dan hanya bersama dengan ayah yang keras dan tak jarang kejam. Aku baru tahu kalau Dahlan ini malah dulunya adalah seorang yang gigih dalam penderitaan keluarganya. Nelangsa rasanya mendengar dia bahkan belum bisa naik sepeda onthel sampai dia SMA. Hanya karena dilarang sang bapak belajar meroda dengan alasan ‘’Bagaimana kalau sepedanya rusak? Kau tak akan bisa menggantinya,’’ oh meeeen,,,,

Hmm, orang besar adalah orang yang tak pernah lupa pada sejarahnya. Sejarah  hidupnya. Tak hanya ingat tapi juga belajar dari sejarahnya. Itulah Dahlan.

Meskipun belum khatam aku baca dan sekarang baru sampai halaman 32,  paling tidak aku belajar. Bagaimana menghargai hidup, menghadapi tantangan, dan mencoba mengilhami apa artinya sebuah perjuangan. Orang berhasil karena beruntung itu hanya segelintir. Tapi yang berhasil dengan kerja kerasnya, itu yang pasti nggak segelintir.

Well, di suasana yang sepi ini, kembali aku menyadari: Book, is my bestpartner ever!

Sabtu, Juli 07, 2012

Korlip Itu Semacam Kutukan

Sumpah, jadi korlip ternyata nggak enak banget. Dan jujur, jadi merasa bersalah sama si Emak Upik juga sesepuh korlip lainnya. Seperti Mas Huda, Mbak Tyzha, juga Mas Emal, yang dulu sempat menjadi Korlip semasa hidupku di ITS Online. Ya, merasa bersalah saja karena aku sering menggerutu saat hp ada sms atau telpon dari Korlip saat masih reporter dulu. Hehe, pengakuan dosa. Atau juga pas udah jadi redaktur. Risih aja kadang ngeliat si Emak sering ngomel-ngomel nggak jelas masalah liputan dan editan. Kadang juga curcol alias curhat colongan, kadang emang niat curhat, soal reporter.

Dan mulai liburan semester ini, kutukan jadi Korlip mampir juga di haribaanku. Haha alay dikit. Tak sebut kutukan karena eh karena, jadi Korlip itu rasanya sesuatu banget. Nggak enak banget, lebih tepatnya.

Pertama harus betah dengan dering hp yang bunyi tanpa tau sopan santun. Kalo nggak pagi-pagi banget ya malem-malem banget. Kalo biasanya aku bangun –bener-bener bangun untuk mulai beraktivitas- adalah jam delapan -maklum kan liburan-, ini harus dibangunin paksa dengan telpon gelap jam setengah tujuh pagi. Nggak manusiawi. Ditambah tuntutan jam 8 harus sudah ada di kantor, standby. Rrrrrr….

Lagi, jari rasanya pegel. Gimana nggak, jariku yang manis ini harus berulang kali bertabrakan sama tuts-tuts keypad hp tanpa kenal lelah. Sumpah baru pertama ini rasanya aku jengah n males sms an.  Jangankan buat sms an, ngliat hp pas lagi bunyi aja rasanya pengeeeennn (Apa lagi siiiih,,) Hehe.

Yeah,, it just a lillte case..

In the other hand… ternyata yang paling penting adalah mengatur nafas dengan jeli ketika menghadapi omelan dari si Bos, Mr D –Mr Big D- Si Mr Perfect itu bener-bener bertangan dingin. Nggak salah orang bilang beliau itu orang yang nggak mau tahu apa yang ada di hadapannya. Yang penting tinggal perintah dan tahu beres. Kalo ada yang nggak beres dikit, langsung telpon sana telpon sini kayak kebakaran jenggot.  Semua harus sempurna!

Dan pengalaman itu bener-bener kerasa karena tepat di saat kutukan ini sampai di tanganku, bertepanan juga dengan adanya even-even tahunan besar yang harus diikutin ITS. Well, dan web ITS (www.its.ac.id) harus streamming. Such as KRI/KRCI, SEM ASIA 2012, dan juga PIMNAS XXV 2012 (is running).

Hmmm, dan tantangannya adalah sekarang para reporter sedang pada liburan (sebagian), sebagian lagi juga ada yang sedang Magang, dan sebagian yang lain sedang sibuk dengan kiprah organisasi dan beasiswa… OMG..

Plus redaktur yang kadang ilang-ilang. CB-CB sedang ada yang KP (empat orang). Dua diantaranya di luar pulau, satunya di luar kota, dan satu lagi di dalam kota. Praktis kalo Korlip nggak ndouble jadi redaktur, sisa satu doang redaktur tuh. Untung si redaktur yang KP di dalam kota masih rela di ricuhin sama urusan Dapur.. :D

Dan heiii plis eaaaa,,, selama dua minggu si Dapur itu tuh, ngambul nggak bisa di akses dari luar. Bisa banyangin gimana para redaktur ini harus dikondisikan buat rela ngetem di Kantor buat ngedit streamming.. Hmmmh,, ok,,, ini cobaan, ini cobaan. Dan cobaan akan (pasti) berakhir kan..:D

Big thanks dah buat rekan-rekan semua di ITS Online. Baik reporter-reporter yang unyu-unyu yang setia ada di kampus dan rela aku berisik-in dengan teror liputan, juga redaktur CB CB ku yang masih mau n rela bahkan mbatalin liburannya ke Pacet demi njaga Dapur.. kalian itu sesuatu banget deh,,, We are big team guys,, :D

ndang balik.o reeeek,,,,



 And pray for me guys, semoga bisa bertahan sampai kutukan ini berakhir,, 1 ¾ bulan lagi.. T-T