Kamis, November 20, 2014

Mom's Diary in The Year of 1986

Hello readers..
Menyapamu lagi di tengah heningnya malam. Malam ini saya gagal bisa memenuhi jadwal untuk tidur lebih awal. Banyak godaannya. Pertama chattingan sama akhi2 galau, terus baca2 berita, dan kemudian tergoda untuk buka fesbuk dan seperti yang sudah saya duga saya langsung badmood. Haha, badmood that I have to over come soon. 

Tapi saya lalu ingin memanfaatkan waktu senggang ini dengan memposting satu hal yang sudah saya persiapkan sejak kemarin malam sebenarnya.

Well, before I go on with my story, I wanna ask u something. Have u ever read your Mom's diary guys? Or even Does your Mom has a diary? Hahaha because my Mom does. And last night I did read her diary while she was sleeping on my right. It was by her request actually. Eh kok malah bahasa inggrisan sih.

Hanya saja yang membuat tertegun adalah, saya baru sadar kalau jiwa melankolis yang mengalir di darah saya ini ternyata menurun dengan kentalnya dari Ibu saya. Ya, karena dulu pas saya masih SD, saya juga menulis diary. Saat itu saya masih duduk di kelas empat dan saya mendapatkan kado diary dari teman saya. Itulah diary pertama saya. 

Sejak itu saya jadi suka menulis diary sebelum tidur. Setiap apa yang terjadi dalam hari saya, saya tuangkan di sana. Mulai senengnya bermain di sekolah, galaknya guru matematika, dan juga serunya merancang belajar kelompok, ataupun senangnya bermain layangan di sawah depan rumah. Heei,, my childhood was very memorable right. 

Dan setelah saya menuliskan diary itu, saya akan mengakhirinya dengan membubuhkan tanda tangan saya yang jelek itu. Hingga akhirnya saya pun tertidur. Lalu paginya, saya selalu mendahului ning saya untuk membersihkan tempat tidur dan menyembunyikan diary kecil saya di bawah bantal. 

Kalian tahu, setiap pulang sekolah saya akan mengecek diary saya, lalu saya selalu sadar posisinya berubaah. Aaaah Ibu saya pasti telah membaca isi diary saya. Tentu saja saya malu untuk menanyakan apakah Ibu membacanya? Saya memang tidak sedekat ini dengan ibu saya dulu. Ibu saya lebih sayang ke ning saya, sedih ya. Makanya saya lebih sering ngambek dan diam dibandingkan harus berkomunikasi dengan ibu saya. 

(But, itu semua berubah sejak saya dipondokkan. Ternyata pisah dari orang tua itu membuat kita sadar kalau kita sangat sangat sangat sayang mereka, begitu pula mereka pada kita. Hahah. Bahkan saat pertama kali telfon Ibu saya saat saya pertama kali momdok, saya hampir tidak bisa mengutarakan apa yang saya ingin katakan. Karena haru. Dan akhirnya Ibu saya mendengar saya menangis. Cengeeengnyaaa)

Back to the topic anyway. Yap, kemarin malam saat saya mendapatkan kesempatan libur dua hari, saya benar-benar memanfaatkannya untuk menyenangkan Ibu saya. Apa saja yang Ibu mau saya jabanin. Siangnya ibu minta di download kan lagu Rhoma Irama, hahaha. Katanya itu lagu kenangannya sama ayah saat awal-awal pernikahan mereka. Hingga akhirnya ibu sepertinya terbawa suasana untuk mengenang masa lalu.

Beliau pun meminta saya mengambilkan diarynya yang tersimpan di atas lemari. Ibu memintaku untuk membacakan diarynya di kisaran bulan Juni 1986. Kata Ibu, itu adalah masa-masa galaunya sebelum dinikahkan dengan ayah. Aku terkikik saat membacanya. Saat itu, tanggal 5 Juni 1986, dan ibu sedang packing kamar kosnya untuk pulang ke Bangil. Dia sudah selesai membagikan undangan pernikahannya 26 Juni mendatang, namunm Ibu sama sekali belum tahu siapa sebenarnya lelaki yang akan menemaninya seumur hidup itu.

my mom's diary
Yang Ibu tahu hanya lelaki ibu kini masih sekolah di Kuwait. Itu saja. Mereka akhirnya baru bertemu tanggal 18 Juni sebelum 26 Juninya akad nikah. Dan saat itu undangan sudah tersebar. Hah? Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan Ibu saya waktu itu. Katanya dalam diary dia gundah. Hahaha. "Aku mengambil segala risiko yang ada, untuk patuh pada orang tua," tulisnya. 

bacainnya susah payah, sambil Ibu saya ngoreksi
Tapi kalau saya jadi Ibu sih ya iyalah saya mau saja. Wong yang ngejodohin bu nyai, pasti lancar Buk... Lalu Ibu pun cerita usai menikah harus ditinggal ayah ke Kuwait lagi. Baru setelah satu tahun berikutnya ayah benar-benar pulang. Katanya mereka dulu surat-suratan. Dan suratnya berlembar-lembar banyaknya. Ih wow. Kayaknya kalau ditulis novel bagus nggak sih cerita orang tua saya? hahahah just kidding guys. 


ini tulisan tangan tahun 1986
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar