The
Empire Palace kini sudah menjadi ikon Surabaya. Bangunan megah bergaya klasik
Romawi yang berdiri kokoh di Jalan Blauran itu membuat banyak orang kagum dan
terpukau. Namun,
di balik kemegahan dan gagahnya The Empire Palace, siapa sangka ada sosok
Kartini sebagai perintisnya. Dia tak lain adalah Trisulowati atau yang akrab
disapa Chin Chin. Perempuan asal Blitar itu sukses menjadi pengusaha properti
yang diperhitungkan di Kota Pahlawan.
Setiap
hari, bangunan megah sepuluh lantai tersebut selalu padat dengan berbagai
acara. Selain wedding party yang rutin diadakan setiap akhir pekan, saat weekday
banyak juga corporate dan pemerintahan yang menghelat acara di tempat tersebut.
Seperti, seminar, meeting, launching produk, diklat, bahkan konser musik.
Saat
ini, The Empire Palace memiliki tujuh ballroom dengan kapasitas 1.500 – 4.000
orang. Di antaranya adalah Virginia, The Royal of Blossom, St Marie Suite,
Kensington Palace, dan The Rich Palace. Kini, The Empire Palace juga menjadi wedding
mall terbesar di Surabaya dan menjadi jujukan bagi banyak kalangan untuk
mengadakan acara. Dengan konsep baru yang dikenalkan sejak 27 Maret 2014 lalu,
kini beragam kegiatan wedding party dengan konsep berbeda bisa diadakan dalam
waktu yang bersamaan.
”Kalau
dulu orang mengenal The Empire Palace untuk kegiatan wedding party konsep chinese
maupun western, kini traditional wedding dan adat juga bisa kami adakan lengkap
dengan dekorasi, rias, dan pakaian adatnya,” ujar Chin Chin, saat ditemui di
The Empire Palace, Kamis (17/4).
Selain
itu, di The Empire Palace terdapat sekitar 350 karyawan (tetap dan lepas) dan area
parkir yang luas dengan kapasitas 3.000 mobil. Hal itu membuat pasangan
pengantin dan keluarga yang menghadiri pesta pernikahan tinggal datang dan
terima beres. Sebab, semua yang berkaitan dengan wedding party sudah ada di sini.
Mulai dari dekorasi, tata rias, pakaian, undangan, hiburan, MC, sound system, lighting,
dan aneka menu makanan serta hidangan . ”Bahkan, pasangan pengantin, keluarga, dan
undangan yang ingin menginap di sini juga sudah siap. Sebab, kini The Empire
Palace sudah kami lengkapi dengan 200 kamar hotel,” tambah penyuka humor ini.
Meski
sudah bergemilang dengan harta melimpah, Chin Chin tak mau dibilang sebagai
sosok Kartini maupun perempuan karir yang sukses. Sebab, dia mengakui bahwa
semua yang ia capai dengan cara yang tidak mudah. ”Saya bahkan tidak pernah
bermimpi untuk memiliki bisnis properti seperti sekarang. Yang saya lakukan
sejak kecil adalah berusaha untuk mandiri. Tujuannya, agar saya bisa melindungi
diri dari apa pun,” tandas wanita kelahiran 13 Oktober 1970 ini.
Dari
kecil, putri bungsu empat bersaudara ini sudah dididik untuk tidak bergantung kepada
orang lain. Termasuk ketika keluarga mereka dalam kondisi yang tidak mampu. Sejak
SMP, Chin Chin sudah dilatih untuk mencari uang sendiri dan membantu orang tua.
Kue dan jajanan yang dibuat ayahnya pun ia bawa ke sekolah untuk dijajakan. Dia
sama sekali tidak malu.
Hingga akhirnya, ia masuk ke perguruan tinggi di
jurusan Teknik Arsitektur UK Petra. Itu pun tidak ia lalui dengan mudah. Chin
Chin harus membagi waktu belajarnya dengan menjadi guru les di beberapa tempat.
Semua ia jalani dengan telaten dan bersemangat. Sebagaimana pesan sang ayah
yang sudah meninggalkan Chin Chin sejak usinya masih 13 tahun, tidak ada yang
akan mengubah nasib kita selain diri kita sendiri. ”Itu pesan yang sampai
sekarang saya ugemi,” tegasnya.
Lulus
kuliah, Chin Chin tak langsung memulai bisnis sendiri. Dia sempat menjadi
arsitek di sebuah perusahaan dan melayani berbagai macam pesanan gambar dan
desain rumah. Dari sana dia mulai tergerak untuk terjun ke dunia properti
dengan tangannya sendiri. Ibu tiga anak (Janice Ang, James Ang, dan Lawrence
Ang) ini
memulai dengan membangun ruko di Kedungdoro dan Kedungsari. Siapa sangka,
ternyata bisnisnya laris manis bak kacang goreng. Barulah setelah itu Chin Chin
mulai bereskpansi.
”Saya
beli tanah seluas 8.000 meter persegi. Rencananya ingin bangun semacam mal
perhiasan. Tapi, kemudian, saya berpikir bahwa konsep itu akan sama saja dengan
ruko. Saya ingin yang berbeda dan lahirlah Empire Palace,” cetus wanita yang
gemar masakan tradisional ini. Dengan kepiawaianannya desain arsitektur dan
kecintaannya pada aksen klasik, The Empire Palace menjadi gedung yang berkelas
tinggi, megah, dan mewah. Konon, semua yang ia tuangkan dalam bangunan megah
itu berdasar atas pengalamannya selama bekerja di perusahaan di Jakarta. Hingga
ia tahu tentang detail untuk membuat bangunan yang bagus.
Sejak
dirintis pada tahun 2005 dan selesai pada tahun 2007, kini The Empire Palace
menjadi satu di antara ikon Surabaya. The Empire Palace juga menjadi jujukan
para pemilik hajat pernikahan, rapat, dan pesta-pesta mewah.
asli ini orang anti dan tomboy. penampilannya selalu casual. dan ogah make perhiasan. sesi foto aja gak mau pake kebaya. "Aku cuma punya satu kebaya," ujarnya guyon |
”Empire
Palace itu jiwa saya. Jika ditanya nanti mau dikembangkan bagaimana, saya belum
tahu. Sebab, Empire Palace sudah seperti badan saya yang saya lengkapi dan saya
benahi sesuai kebutuhan. Misalnya, di tengah pesta orang yang dari luar kota,
maka tamu pasti butuh hotel. Karena itu, saya bangunkan hotel. Butuh parkir
yang luas, saya bangunkan parkir. Sederhana,” begitu cara Chin Chin menjawab.
Menurut
dia, tak ada yang lebih mengerti The
Empire Palace daripada dirinya sendiri. Namun, dengan kesuksesan yang
ada bukan berarti tidak ada cercaan dan hantaman dari kompetitor. Dulu, pada
awal berkembangnya Empire, banyak omongan yang tidak sedap harus dihadapi Çhin
Chin. Seperti, makanan yang kurang enak, harga terlalu mahal, dan sound system
yang tidak pas lantaran gaya bangunan Empire yang punya banyak ornamen dan
gaya. Namun, hal itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Chin Chin.
Menurut
dia, di zaman Kartini modern, perempuan membalas bukan dengan kata-kata atau
senjata, melainkan dengan karya. ”Yang penting, saya tidak mengganggu mereka.
Bagi saya, bersaing bukan berarti mengkatakan pesaing kita lebih buruk,” tandas
istri Gunawan Angka Wijaya ini.
Banyak
wanita karir yang kemudian pernikahan dan keluarganya berantakan. Hal itu pun
sempat menjadi kekhawatiran Chin Chin. Oleh karena itu, dia tak ingin hal
tersebut terjadi kepadanya. Chin Chin selalu melibatkan sang suami dalam
bisnisnya. Satu di antaranya dalam hal mengambil keputusan. ”Waktu awal mau
mendirikan Empire, saya juga berdiskusi dengan suami. Semua harmonis, asal
komunikasi lancar,” tegasnya.
Untuk
itu, Chin Chin berpesan kepada para wanita, agar mereka tidak takut untuk berkarir
dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Menurut Chin Chin, kita tidak bisa
memaksa orang lain untuk menghargai dan menghormati wanita. Tapi, wanita harus
melakukan sesuatu untuk bisa dihargai dan dihormati. ”Sebab, pada dasarnya,
perjuangan Kartini dulu adalah untuk ini, agar wanita bisa dihargai dan tidak
dianggap remeh oleh laki-laki,” pungkas Chin Chin. (ima)
Photos by Abdullah Munir Radar Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar