Sabtu, April 26, 2014

Owner The Empire Palace, Chin Chin



The Empire Palace kini sudah menjadi ikon Surabaya. Bangunan megah bergaya klasik Romawi yang berdiri kokoh di Jalan Blauran itu membuat banyak orang kagum dan terpukau. Namun, di balik kemegahan dan gagahnya The Empire Palace, siapa sangka ada sosok Kartini sebagai perintisnya. Dia tak lain adalah Trisulowati atau yang akrab disapa Chin Chin. Perempuan asal Blitar itu sukses menjadi pengusaha properti yang diperhitungkan di Kota Pahlawan. 

Setiap hari, bangunan megah sepuluh lantai tersebut selalu padat dengan berbagai acara. Selain wedding party yang rutin diadakan setiap akhir pekan, saat weekday banyak juga corporate dan pemerintahan yang menghelat acara di tempat tersebut. Seperti, seminar, meeting, launching produk, diklat, bahkan konser musik.

Saat ini, The Empire Palace memiliki tujuh ballroom dengan kapasitas 1.500 – 4.000 orang. Di antaranya adalah Virginia, The Royal of Blossom, St Marie Suite, Kensington Palace, dan The Rich Palace. Kini, The Empire Palace juga menjadi wedding mall terbesar di Surabaya dan menjadi jujukan bagi banyak kalangan untuk mengadakan acara. Dengan konsep baru yang dikenalkan sejak 27 Maret 2014 lalu, kini beragam kegiatan wedding party dengan konsep berbeda bisa diadakan dalam waktu yang bersamaan. 

”Kalau dulu orang mengenal The Empire Palace untuk kegiatan wedding party konsep chinese maupun western, kini traditional wedding dan adat juga bisa kami adakan lengkap dengan dekorasi, rias, dan pakaian adatnya,” ujar Chin Chin, saat ditemui di The Empire Palace, Kamis (17/4).

Selain itu, di The Empire Palace terdapat sekitar 350 karyawan (tetap dan lepas) dan area parkir yang luas dengan kapasitas 3.000 mobil. Hal itu membuat pasangan pengantin dan keluarga yang menghadiri pesta pernikahan tinggal datang dan terima beres. Sebab, semua yang berkaitan dengan wedding party sudah ada di sini. 

Mulai dari dekorasi, tata rias, pakaian, undangan, hiburan, MC, sound system, lighting, dan aneka menu makanan serta hidangan . ”Bahkan, pasangan pengantin, keluarga, dan undangan yang ingin menginap di sini juga sudah siap. Sebab, kini The Empire Palace sudah kami lengkapi dengan 200 kamar hotel,” tambah penyuka humor ini. 

Meski sudah bergemilang dengan harta melimpah, Chin Chin tak mau dibilang sebagai sosok Kartini maupun perempuan karir yang sukses. Sebab, dia mengakui bahwa semua yang ia capai dengan cara yang tidak mudah. ”Saya bahkan tidak pernah bermimpi untuk memiliki bisnis properti seperti sekarang. Yang saya lakukan sejak kecil adalah berusaha untuk mandiri. Tujuannya, agar saya bisa melindungi diri dari apa pun,” tandas wanita kelahiran 13 Oktober 1970 ini. 

Dari kecil, putri bungsu empat bersaudara ini sudah dididik untuk tidak bergantung kepada orang lain. Termasuk ketika keluarga mereka dalam kondisi yang tidak mampu. Sejak SMP, Chin Chin sudah dilatih untuk mencari uang sendiri dan membantu orang tua. Kue dan jajanan yang dibuat ayahnya pun ia bawa ke sekolah untuk dijajakan. Dia sama sekali tidak malu. 

Hingga akhirnya, ia masuk ke perguruan tinggi di jurusan Teknik Arsitektur UK Petra. Itu pun tidak ia lalui dengan mudah. Chin Chin harus membagi waktu belajarnya dengan menjadi guru les di beberapa tempat. Semua ia jalani dengan telaten dan bersemangat. Sebagaimana pesan sang ayah yang sudah meninggalkan Chin Chin sejak usinya masih 13 tahun, tidak ada yang akan mengubah nasib kita selain diri kita sendiri. ”Itu pesan yang sampai sekarang saya ugemi,” tegasnya.

Lulus kuliah, Chin Chin tak langsung memulai bisnis sendiri. Dia sempat menjadi arsitek di sebuah perusahaan dan melayani berbagai macam pesanan gambar dan desain rumah. Dari sana dia mulai tergerak untuk terjun ke dunia properti dengan tangannya sendiri. Ibu tiga anak (Janice Ang, James Ang, dan Lawrence Ang) ini memulai dengan membangun ruko di Kedungdoro dan Kedungsari. Siapa sangka, ternyata bisnisnya laris manis bak kacang goreng. Barulah setelah itu Chin Chin mulai bereskpansi.

”Saya beli tanah seluas 8.000 meter persegi. Rencananya ingin bangun semacam mal perhiasan. Tapi, kemudian, saya berpikir bahwa konsep itu akan sama saja dengan ruko. Saya ingin yang berbeda dan lahirlah Empire Palace,” cetus wanita yang gemar masakan tradisional ini. Dengan kepiawaianannya desain arsitektur dan kecintaannya pada aksen klasik, The Empire Palace menjadi gedung yang berkelas tinggi, megah, dan mewah. Konon, semua yang ia tuangkan dalam bangunan megah itu berdasar atas pengalamannya selama bekerja di perusahaan di Jakarta. Hingga ia tahu tentang detail untuk membuat bangunan yang bagus.

Sejak dirintis pada tahun 2005 dan selesai pada tahun 2007, kini The Empire Palace menjadi satu di antara ikon Surabaya. The Empire Palace juga menjadi jujukan para pemilik hajat pernikahan, rapat, dan pesta-pesta mewah. 

 
asli ini orang anti dan tomboy. penampilannya selalu casual. dan ogah make perhiasan. sesi foto aja gak mau pake kebaya. "Aku cuma punya satu kebaya," ujarnya guyon

”Empire Palace itu jiwa saya. Jika ditanya nanti mau dikembangkan bagaimana, saya belum tahu. Sebab, Empire Palace sudah seperti badan saya yang saya lengkapi dan saya benahi sesuai kebutuhan. Misalnya, di tengah pesta orang yang dari luar kota, maka tamu pasti butuh hotel. Karena itu, saya bangunkan hotel. Butuh parkir yang luas, saya bangunkan parkir. Sederhana,” begitu cara Chin Chin menjawab. 

Menurut dia, tak ada yang lebih mengerti The  Empire Palace daripada dirinya sendiri. Namun, dengan kesuksesan yang ada bukan berarti tidak ada cercaan dan hantaman dari kompetitor. Dulu, pada awal berkembangnya Empire, banyak omongan yang tidak sedap harus dihadapi Çhin Chin. Seperti, makanan yang kurang enak, harga terlalu mahal, dan sound system yang tidak pas lantaran gaya bangunan Empire yang punya banyak ornamen dan gaya. Namun, hal itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Chin Chin. 

Menurut dia, di zaman Kartini modern, perempuan membalas bukan dengan kata-kata atau senjata, melainkan dengan karya. ”Yang penting, saya tidak mengganggu mereka. Bagi saya, bersaing bukan berarti mengkatakan pesaing kita lebih buruk,” tandas istri Gunawan Angka Wijaya ini.

Banyak wanita karir yang kemudian pernikahan dan keluarganya berantakan. Hal itu pun sempat menjadi kekhawatiran Chin Chin. Oleh karena itu, dia tak ingin hal tersebut terjadi kepadanya. Chin Chin selalu melibatkan sang suami dalam bisnisnya. Satu di antaranya dalam hal mengambil keputusan. ”Waktu awal mau mendirikan Empire, saya juga berdiskusi dengan suami. Semua harmonis, asal komunikasi lancar,” tegasnya.

Untuk itu, Chin Chin berpesan kepada para wanita, agar mereka tidak takut untuk berkarir dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Menurut Chin Chin, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk menghargai dan menghormati wanita. Tapi, wanita harus melakukan sesuatu untuk bisa dihargai dan dihormati. ”Sebab, pada dasarnya, perjuangan Kartini dulu adalah untuk ini, agar wanita bisa dihargai dan tidak dianggap remeh oleh laki-laki,” pungkas Chin Chin. (ima)

Photos by Abdullah Munir Radar Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar