Sabtu, April 26, 2014

Elok Rege Napio, Kartini Kebaya Modern


Elok Rege Napio
Hasil perjuangan Kartini di era 1903 dirasakan betul oleh Elok Rege Napio. Desainer muda berbakat ini mengakui bahwa tanpa adanya perjuangan Kartini mengajukan kesetaraan pendidikan, bisa jadi dirinya dan wanita lain di tanah air tidak bisa sekolah dan tidak bisa berkarya. Bagi wanita asli Surabaya ini, makna hari Kartini adalah momen yang tepat untuk memberi persembahan karya dengan kemampuan yang dimiliki. 

Sejak memulai karir menjadi desainer tahun 2002, sudah tidak terhitung lagi berapa karya yang telah dihasilkan Elok. Melalui kegemarannya dengan pernak-pernik dan juga payet, membuat Elok muda jatuh cinta dan memutuskan untuk menjadi desainer baju khusus kebaya. Selain karena kebaya banyak menggunakan ornamen payet, juga karena Elok sangat suka dengan keanggunan wanita yang mengenakan kebaya.

“Dulu sebelum di kebaya, saya sempat menjadi desainer baju ready to wear untuk anak-anak, tapi sepertinya passion saya lebih ke kebaya,” cerita Elok yang selalu tampak segar dengan potongan rambut pendek dan kacamata. Berbicara tentang karya, kini sudah banyak showroom yang berhasil ia dirikan. Dengan mengangkat brand Dola’ap Kebaya, hasil rancangannya sudah banyak dipakai oleh kalangan menengah atas dan juga artis. Seperti Astrid, Soimah, dan juga Rina Nose. 

Hasil rancangannya yang anggun dan terkesan mewah membuat banyak clien yang memutuskan menjadi langganannya. Kini selain di Rungkut Asri Barat IX-12 yang dijadikan workshop dan butik, ibu satu orang anak ini juga sudah memiliki showroom di Jakarta. Tak jarang, ia jadi harus bolak balik Jakarta Surabaya demi mengurus pesanan para pelanggannya. Bahkan pemakai rancangan Elok sudah sampai ke negeri Malaysia dan Belanda. 

Meski kini terbilang sudah sukses, namun keberhasilan Elok dalam mencari jati diri ternyata cukup panjang. “Saya sudah suka pernak pernik sejak kecil, tapi saya baru mengambil pendidikan formal fashion baru setelah kuliah,” cerita wanita kelahiran 15 November 1978 ini. Selama kuliah di jurusan Akutansi Universitas Widya Mandala tahun 1999, Elok juga nyambi kuliah fashion di sekolah fashion Susan Budiharjo. Orang tuanya sempat melarang Elok mengambil studi fashion sebelum pendidikan sarjana di UWM bisa rampung.

Namun, berkat kegigihan Elok, akhirnya dia justru bisa mendapatkan dua gelas sekaligus. Di samping sarjana akutansi juga sarjana fashion sebagai lulusan tebaik. Prestasi pun sempat wanita penggemar Anafanti ini raih. Salah satunya, elok berhasil menjadi sepuluh besar kompetisi fashion Concours Internasional di Paris. 

Dalam mengembangakan bisnis fashion, selain harus bersaing dengan desainer lain, tantangan yang besar justru ada dari dalam. Seorang disainer harus cerdik dan kreatif dalam mengembangkan ide. “Ada tantangan yang paling berat adalah ketika tidak mood. Bisa merusak segalanya. Tapi enaknya inspirasi bisa datang dari mana saja. asal kuncinya satu, desainer tidak boleh kolot dan harus open minded,” jelas Elok.

Hal itu yang dijadikan Elok sebagai patokan. Dirinya dan juga desainnya terus berubah sering dengan perkembagan dunia. Karena ia sadar, terlebih untuk fashion, tren untuk satu tahun saja bisa berubah sebanyak dua sampai tiga kali. Untuk itu, Elok berpesan pada para wanita yang juga berprofesi seperti dirinya untuk tidak mudah putus asa dan juga terus menelurkan karya selagi kesempatan terbuka lebar.

Elok dan si kecil Thania
Single Parent Yang Tangguh
Di tengah gempuran karir yang menanjak, ada saja yang menjadi hambatan bagi Elok. Tiga bulan pasca kelahiran putri semata wayangnya Nathania Caya Dewi, Elok harus menerima pil terpahit dalam hidupnya. Pernikahannya kandas. Ketidakcocokan menjadi alasan yang membuat ia harus mengakhiri pernikahan di palu hakim.

“Berat, karena ketidakcocokan. Daripada saling sakit lebih baik berpisah,” ujarnya tegar. Justru dengan pengalaman pahit tersebut, Elok menjadikan hal itu menjadi titik baliknya. Dia semakin membulatkan tekad demi berjuang untu keluarga kecilnya. Ganjalan hidup dan permasalahan pribadi tidak membuat dirinya melanyalahkan Tuhan. Melainkan membuktikan perhatian Tuhan padanya dan membuatnya bangkit. 

Elok bahkan bisa membuktikan bahwa sebagai single parent, wanita bisa menjadi inspirasi. Melalui setiap karya yang dihasilkan. Meski sibuk sepangjang pekan, namun Elok memberi dua hari khusus di akhir pekan untuk Thania. 

“Saya akui memang itu menjadi salah satu cobaan yang sangat berat. Tapi saya bersyukur masih punya anak. Dengan seorang anak, saya bisa fokus dan terarah, bahwa yang apa yang saya lakukan untuk anak saya,” tandasnya. 

Untuk itu, dirinya bersyukur karir yang ia geluti kini tidak menjauhkannya dari puti tunggalnya. Dia masih bisa di rumah dengan tetap bekerja merampungkan pesanan pelanggan. Tidak ada yang ia nilai lebih dibandingkan bisa bekerja dekat dengan keluarga. 

Di titiknya sekarang, wanita yang gemar travelling ini mengaku belum puas dengan capaiannya. Mimpi terbesarnya untuk menjadi desainer internasional masih menggantung dan siap Elok petik. “Wanita tidak perlu takut untuk berkarir. Banyak karir yang bisa digeluti. Hanya saja, harus pandai mengenali potensi diri,” ucap Elok. 

Dengan karir, tentu saja pundi-pundi uang mandiri dapat terkumpul. Seperti halnya Elok. Dalam sebulan, dirinya bisa mengerjakan tiga hingga lima pesanan kebaya. Satu karya kebayanya bisa dijual hingga Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Bayangkan saja, berapa rata-rata penghasilan Elok per tahunnya. "Semua tergantung kita mau sebanyak apa berkarya," pungkasnya. (ima)

Photo by Ahmad Khusaini Radar Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar