Senin, April 28, 2014
Sabtu, April 26, 2014
Owner The Empire Palace, Chin Chin
The
Empire Palace kini sudah menjadi ikon Surabaya. Bangunan megah bergaya klasik
Romawi yang berdiri kokoh di Jalan Blauran itu membuat banyak orang kagum dan
terpukau. Namun,
di balik kemegahan dan gagahnya The Empire Palace, siapa sangka ada sosok
Kartini sebagai perintisnya. Dia tak lain adalah Trisulowati atau yang akrab
disapa Chin Chin. Perempuan asal Blitar itu sukses menjadi pengusaha properti
yang diperhitungkan di Kota Pahlawan.
Setiap
hari, bangunan megah sepuluh lantai tersebut selalu padat dengan berbagai
acara. Selain wedding party yang rutin diadakan setiap akhir pekan, saat weekday
banyak juga corporate dan pemerintahan yang menghelat acara di tempat tersebut.
Seperti, seminar, meeting, launching produk, diklat, bahkan konser musik.
Saat
ini, The Empire Palace memiliki tujuh ballroom dengan kapasitas 1.500 – 4.000
orang. Di antaranya adalah Virginia, The Royal of Blossom, St Marie Suite,
Kensington Palace, dan The Rich Palace. Kini, The Empire Palace juga menjadi wedding
mall terbesar di Surabaya dan menjadi jujukan bagi banyak kalangan untuk
mengadakan acara. Dengan konsep baru yang dikenalkan sejak 27 Maret 2014 lalu,
kini beragam kegiatan wedding party dengan konsep berbeda bisa diadakan dalam
waktu yang bersamaan.
”Kalau
dulu orang mengenal The Empire Palace untuk kegiatan wedding party konsep chinese
maupun western, kini traditional wedding dan adat juga bisa kami adakan lengkap
dengan dekorasi, rias, dan pakaian adatnya,” ujar Chin Chin, saat ditemui di
The Empire Palace, Kamis (17/4).
Selain
itu, di The Empire Palace terdapat sekitar 350 karyawan (tetap dan lepas) dan area
parkir yang luas dengan kapasitas 3.000 mobil. Hal itu membuat pasangan
pengantin dan keluarga yang menghadiri pesta pernikahan tinggal datang dan
terima beres. Sebab, semua yang berkaitan dengan wedding party sudah ada di sini.
Mulai dari dekorasi, tata rias, pakaian, undangan, hiburan, MC, sound system, lighting,
dan aneka menu makanan serta hidangan . ”Bahkan, pasangan pengantin, keluarga, dan
undangan yang ingin menginap di sini juga sudah siap. Sebab, kini The Empire
Palace sudah kami lengkapi dengan 200 kamar hotel,” tambah penyuka humor ini.
Meski
sudah bergemilang dengan harta melimpah, Chin Chin tak mau dibilang sebagai
sosok Kartini maupun perempuan karir yang sukses. Sebab, dia mengakui bahwa
semua yang ia capai dengan cara yang tidak mudah. ”Saya bahkan tidak pernah
bermimpi untuk memiliki bisnis properti seperti sekarang. Yang saya lakukan
sejak kecil adalah berusaha untuk mandiri. Tujuannya, agar saya bisa melindungi
diri dari apa pun,” tandas wanita kelahiran 13 Oktober 1970 ini.
Dari
kecil, putri bungsu empat bersaudara ini sudah dididik untuk tidak bergantung kepada
orang lain. Termasuk ketika keluarga mereka dalam kondisi yang tidak mampu. Sejak
SMP, Chin Chin sudah dilatih untuk mencari uang sendiri dan membantu orang tua.
Kue dan jajanan yang dibuat ayahnya pun ia bawa ke sekolah untuk dijajakan. Dia
sama sekali tidak malu.
Hingga akhirnya, ia masuk ke perguruan tinggi di
jurusan Teknik Arsitektur UK Petra. Itu pun tidak ia lalui dengan mudah. Chin
Chin harus membagi waktu belajarnya dengan menjadi guru les di beberapa tempat.
Semua ia jalani dengan telaten dan bersemangat. Sebagaimana pesan sang ayah
yang sudah meninggalkan Chin Chin sejak usinya masih 13 tahun, tidak ada yang
akan mengubah nasib kita selain diri kita sendiri. ”Itu pesan yang sampai
sekarang saya ugemi,” tegasnya.
Lulus
kuliah, Chin Chin tak langsung memulai bisnis sendiri. Dia sempat menjadi
arsitek di sebuah perusahaan dan melayani berbagai macam pesanan gambar dan
desain rumah. Dari sana dia mulai tergerak untuk terjun ke dunia properti
dengan tangannya sendiri. Ibu tiga anak (Janice Ang, James Ang, dan Lawrence
Ang) ini
memulai dengan membangun ruko di Kedungdoro dan Kedungsari. Siapa sangka,
ternyata bisnisnya laris manis bak kacang goreng. Barulah setelah itu Chin Chin
mulai bereskpansi.
”Saya
beli tanah seluas 8.000 meter persegi. Rencananya ingin bangun semacam mal
perhiasan. Tapi, kemudian, saya berpikir bahwa konsep itu akan sama saja dengan
ruko. Saya ingin yang berbeda dan lahirlah Empire Palace,” cetus wanita yang
gemar masakan tradisional ini. Dengan kepiawaianannya desain arsitektur dan
kecintaannya pada aksen klasik, The Empire Palace menjadi gedung yang berkelas
tinggi, megah, dan mewah. Konon, semua yang ia tuangkan dalam bangunan megah
itu berdasar atas pengalamannya selama bekerja di perusahaan di Jakarta. Hingga
ia tahu tentang detail untuk membuat bangunan yang bagus.
Sejak
dirintis pada tahun 2005 dan selesai pada tahun 2007, kini The Empire Palace
menjadi satu di antara ikon Surabaya. The Empire Palace juga menjadi jujukan
para pemilik hajat pernikahan, rapat, dan pesta-pesta mewah.
asli ini orang anti dan tomboy. penampilannya selalu casual. dan ogah make perhiasan. sesi foto aja gak mau pake kebaya. "Aku cuma punya satu kebaya," ujarnya guyon |
”Empire
Palace itu jiwa saya. Jika ditanya nanti mau dikembangkan bagaimana, saya belum
tahu. Sebab, Empire Palace sudah seperti badan saya yang saya lengkapi dan saya
benahi sesuai kebutuhan. Misalnya, di tengah pesta orang yang dari luar kota,
maka tamu pasti butuh hotel. Karena itu, saya bangunkan hotel. Butuh parkir
yang luas, saya bangunkan parkir. Sederhana,” begitu cara Chin Chin menjawab.
Menurut
dia, tak ada yang lebih mengerti The
Empire Palace daripada dirinya sendiri. Namun, dengan kesuksesan yang
ada bukan berarti tidak ada cercaan dan hantaman dari kompetitor. Dulu, pada
awal berkembangnya Empire, banyak omongan yang tidak sedap harus dihadapi Çhin
Chin. Seperti, makanan yang kurang enak, harga terlalu mahal, dan sound system
yang tidak pas lantaran gaya bangunan Empire yang punya banyak ornamen dan
gaya. Namun, hal itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Chin Chin.
Menurut
dia, di zaman Kartini modern, perempuan membalas bukan dengan kata-kata atau
senjata, melainkan dengan karya. ”Yang penting, saya tidak mengganggu mereka.
Bagi saya, bersaing bukan berarti mengkatakan pesaing kita lebih buruk,” tandas
istri Gunawan Angka Wijaya ini.
Banyak
wanita karir yang kemudian pernikahan dan keluarganya berantakan. Hal itu pun
sempat menjadi kekhawatiran Chin Chin. Oleh karena itu, dia tak ingin hal
tersebut terjadi kepadanya. Chin Chin selalu melibatkan sang suami dalam
bisnisnya. Satu di antaranya dalam hal mengambil keputusan. ”Waktu awal mau
mendirikan Empire, saya juga berdiskusi dengan suami. Semua harmonis, asal
komunikasi lancar,” tegasnya.
Untuk
itu, Chin Chin berpesan kepada para wanita, agar mereka tidak takut untuk berkarir
dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Menurut Chin Chin, kita tidak bisa
memaksa orang lain untuk menghargai dan menghormati wanita. Tapi, wanita harus
melakukan sesuatu untuk bisa dihargai dan dihormati. ”Sebab, pada dasarnya,
perjuangan Kartini dulu adalah untuk ini, agar wanita bisa dihargai dan tidak
dianggap remeh oleh laki-laki,” pungkas Chin Chin. (ima)
Photos by Abdullah Munir Radar Surabaya
Elok Rege Napio, Kartini Kebaya Modern
Elok Rege Napio |
Hasil
perjuangan Kartini di era 1903 dirasakan betul oleh Elok Rege Napio. Desainer
muda berbakat ini mengakui bahwa tanpa adanya perjuangan Kartini mengajukan
kesetaraan pendidikan, bisa jadi dirinya dan wanita lain di tanah air tidak
bisa sekolah dan tidak bisa berkarya. Bagi
wanita asli Surabaya ini, makna hari Kartini adalah momen yang tepat untuk
memberi persembahan karya dengan kemampuan yang dimiliki.
Sejak
memulai karir menjadi desainer tahun 2002, sudah tidak
terhitung lagi berapa karya yang telah dihasilkan Elok. Melalui kegemarannya dengan pernak-pernik dan juga payet, membuat Elok
muda jatuh cinta dan memutuskan untuk menjadi desainer baju khusus kebaya.
Selain karena kebaya banyak menggunakan ornamen payet, juga karena Elok sangat
suka dengan keanggunan wanita yang mengenakan kebaya.
“Dulu
sebelum di kebaya, saya sempat menjadi desainer baju ready to wear untuk
anak-anak, tapi sepertinya passion saya lebih ke
kebaya,” cerita Elok yang selalu tampak segar dengan potongan rambut pendek dan
kacamata. Berbicara tentang karya, kini sudah banyak showroom yang
berhasil ia dirikan. Dengan mengangkat brand Dola’ap Kebaya, hasil rancangannya sudah banyak dipakai oleh
kalangan menengah atas dan juga artis. Seperti Astrid, Soimah, dan
juga Rina Nose.
Hasil
rancangannya yang anggun dan terkesan mewah membuat banyak clien yang
memutuskan menjadi langganannya. Kini selain di Rungkut Asri Barat IX-12 yang
dijadikan workshop dan butik, ibu satu orang anak ini juga sudah memiliki
showroom di Jakarta. Tak jarang, ia jadi harus bolak balik Jakarta Surabaya
demi mengurus pesanan para pelanggannya. Bahkan pemakai rancangan Elok sudah
sampai ke negeri Malaysia dan Belanda.
Meski
kini terbilang sudah sukses, namun keberhasilan Elok dalam mencari jati diri
ternyata cukup panjang. “Saya sudah suka pernak pernik sejak kecil, tapi saya
baru mengambil pendidikan formal fashion baru setelah kuliah,” cerita wanita
kelahiran 15 November 1978 ini. Selama kuliah di jurusan Akutansi Universitas
Widya Mandala tahun 1999, Elok juga nyambi kuliah fashion di sekolah fashion
Susan Budiharjo. Orang tuanya sempat melarang Elok mengambil studi fashion
sebelum pendidikan sarjana di UWM bisa rampung.
Namun,
berkat kegigihan Elok, akhirnya dia justru bisa mendapatkan dua gelas
sekaligus. Di samping sarjana akutansi juga sarjana fashion sebagai lulusan
tebaik. Prestasi pun sempat wanita penggemar Anafanti ini raih. Salah satunya,
elok berhasil menjadi sepuluh besar kompetisi fashion Concours Internasional di
Paris.
Dalam
mengembangakan bisnis fashion, selain harus bersaing dengan desainer lain,
tantangan yang besar justru ada dari dalam. Seorang disainer harus cerdik dan
kreatif dalam mengembangkan ide. “Ada tantangan yang paling berat adalah ketika
tidak mood. Bisa merusak segalanya. Tapi enaknya inspirasi bisa datang dari
mana saja. asal kuncinya satu, desainer tidak boleh kolot dan harus open
minded,” jelas Elok.
Hal
itu yang dijadikan Elok sebagai patokan. Dirinya dan juga desainnya terus
berubah sering dengan perkembagan dunia. Karena ia sadar, terlebih untuk
fashion, tren untuk satu tahun saja bisa berubah sebanyak dua sampai tiga kali.
Untuk itu, Elok berpesan pada para wanita yang juga berprofesi seperti dirinya
untuk tidak mudah putus asa dan juga terus menelurkan karya selagi kesempatan
terbuka lebar.
Elok dan si kecil Thania |
Single Parent Yang Tangguh
Di
tengah gempuran karir yang menanjak, ada saja yang menjadi hambatan bagi Elok.
Tiga bulan pasca kelahiran putri semata wayangnya Nathania Caya Dewi, Elok
harus menerima pil terpahit dalam hidupnya. Pernikahannya kandas.
Ketidakcocokan menjadi alasan yang membuat ia harus mengakhiri pernikahan di
palu hakim.
“Berat,
karena ketidakcocokan. Daripada saling sakit lebih baik berpisah,” ujarnya
tegar. Justru dengan pengalaman pahit tersebut, Elok menjadikan hal itu menjadi
titik baliknya. Dia semakin membulatkan tekad demi berjuang untu keluarga
kecilnya. Ganjalan hidup dan permasalahan pribadi tidak membuat dirinya
melanyalahkan Tuhan. Melainkan membuktikan perhatian Tuhan padanya dan
membuatnya bangkit.
Elok
bahkan bisa membuktikan bahwa sebagai single parent, wanita bisa menjadi
inspirasi. Melalui setiap karya yang dihasilkan. Meski sibuk sepangjang pekan,
namun Elok memberi dua hari khusus di akhir pekan untuk Thania.
“Saya
akui memang itu menjadi salah satu cobaan yang sangat berat. Tapi saya
bersyukur masih punya anak. Dengan seorang anak, saya bisa fokus dan terarah,
bahwa yang apa yang saya lakukan untuk anak saya,” tandasnya.
Untuk
itu, dirinya bersyukur karir yang ia geluti kini tidak menjauhkannya dari puti
tunggalnya. Dia masih bisa di rumah dengan tetap bekerja merampungkan pesanan
pelanggan. Tidak ada yang ia nilai lebih dibandingkan bisa bekerja dekat dengan
keluarga.
Di
titiknya sekarang, wanita yang gemar travelling ini mengaku belum puas dengan
capaiannya. Mimpi terbesarnya untuk menjadi desainer internasional masih
menggantung dan siap Elok petik. “Wanita tidak perlu takut untuk berkarir.
Banyak karir yang bisa digeluti. Hanya saja, harus pandai mengenali potensi
diri,” ucap Elok.
Dengan karir, tentu saja pundi-pundi uang mandiri dapat terkumpul. Seperti halnya Elok. Dalam sebulan, dirinya bisa mengerjakan tiga hingga lima pesanan kebaya. Satu karya kebayanya bisa dijual hingga Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Bayangkan saja, berapa rata-rata penghasilan Elok per tahunnya. "Semua tergantung kita mau sebanyak apa berkarya," pungkasnya. (ima)
Photo by Ahmad Khusaini Radar Surabaya
Rabu, April 23, 2014
Donjuan Donwori vs Karin
Mbak Hanny Akasah akhirnya cuti melahirkan. Dan tanggunngan si mbak ini untuk tulisan features Pengadilan Agama (PA) di halaman satu akhirnya juga dipercayakan ke saya. Well? rasanya galau. hahaha.
Pas hari pertama nongkrong di PA nggak tahu harus ngapain, kayak orang bego. Jadi ceritanya boks khusus satu ini harus diisi dengan kasus-kasus unik yang ada di PA. Macem-macem, mulai kasus perceraian, urusan rumah tangga, hingga rebutan warisan.
Metode liputannya pun beda. Nggak pake aturan standar wawancara kayak seharusnya. Melainkan haarus pinter-pinter mancing si narasumber untuk cerita kasusnya sendiri dengan alamiah dan terbuka. Nah lho... padahal kan aib ya... tapi tenang semua nama alamat dan juga waktu disamarkan kok. Jadi amaaan.
Nah, minggu lalu adalah saat pertama saya hunting boks ini. Well.... bingung saya memilih target mana yang harus saya dekati. Sempat lirik kanan kiri, dan juga tengak tengok orientasi medan. Cari bahan pembicaraan.
Saya duduk di kursi di bagian belakang dan mencoba bertanya. "Mbak, mau daftar caranya gimana ya?" tanya saya. Tapi jangankan dijawab dia aja tidur.
Well, akhirnya saya geser maju. Mendekati ibu2 yang sedang ribet sama bocah kecil. Saya lalu menanyakan hal serupa. Dan tiba2 raut si ibuk itu berubah, mendadak serius. Dua rius malah. "Jangan Mbak. lebih baik dipikir-pikir dulu. Jangan geeegabah," kata si Ibu. Saya cegek dan salting.
Harus saya jawab apa coba. Dengan kikuk akhirnya saya jawab dengan sedikit memlintir raut muka ke ekspresi sedih, melas. "Saya sudah jenuh Bu, tiap hari berantem. Saya sudah tidak betah," jawab saya. Nah lho.
Obrolan pun berlanjut dengan pertanyaan 5W +1H yang justru diajukan si ibu ke saya. Kan seharusnya saya yang introgasi ya. .
keterangan i : ibu. s : saya. b: bapak
i : Sudah menikah berapa lama?
s : delapan bulan
i : masih awal, jangan keburu buru mbak, dibicarakan baik baik
s : tidak bisa bu. ini jalan yang terbaik
i : apa masalahnya dik? #mulai intens. dia bahkan merogoh tasnya mengambil tisu. takut sewaktu waktu saya mewek. dan dia sodorkan
s : (karena sudah disodorin tisu) saya nggak apa nih bu curhat?
i : ya siapa tahu bisa membantu adik. kadang kalau dipikir sendiri kita menganggap kita yang paling benar
s : suami saya selingkuh bu. saya sudah curiga. dia jarang plang. dan kami seringg cek cok
i : sudah dipastikan? coba bicara dari hati ke hati. mungkin ada kamu yang salah paham. atau ada masalah yang mebuat kalian jadi jauh.
s : sudah. tapi kami tidak pernah bs bicara baik baik. akhirnya malah saling tuduh. (mewek mulai)
i : sudah bicara dengan keluarga??
s : menggeleng
i : nah... coba dibicaraka dulu.... janga gegabah.... semua bisa dibicarakan.... #ngelus2 punggung saya
s : ~nangis deh tes tes ~lalu tiba-tiba bapak sebelah saya ikutan nimbrung
b : kalau butuh pengacara bilang saya dik
s dan i : djsja%;&%@$("~()&@65241~~(#
hahaha. walau dengan sandiwara itu.. akhirnya saya bisa tahu kalau si ibu itu sedang mengantarkan anaknya yang baru 26 tahun sidang cerai yang kelima. Mereka cerai karena si Donjuan punya wanita idaman lain.
Eh tapi pas sudah sidang ke tiga si Donjuan urung ingin melanjutkan permohonan cerai. Dan ingin rujuk. Ya otomatis si Karin nggak mau. Karena mangkel ditolah niat rujuknya malah si Karin dituduh selingkuh dan punya pria idaman lain. Lha kok mbulet... dan yang kasihan bocah yang tadi sama si ibuk tadi itu anak mereeeka. Baru tiga tahun. kasihan
Well.. ternyata liputan di PA nggak seekstremm yang saya bayangkan.... walau dengan sedikit acting karbitan, ya bolehlaaaah....
happy reading guys....
Pas hari pertama nongkrong di PA nggak tahu harus ngapain, kayak orang bego. Jadi ceritanya boks khusus satu ini harus diisi dengan kasus-kasus unik yang ada di PA. Macem-macem, mulai kasus perceraian, urusan rumah tangga, hingga rebutan warisan.
Metode liputannya pun beda. Nggak pake aturan standar wawancara kayak seharusnya. Melainkan haarus pinter-pinter mancing si narasumber untuk cerita kasusnya sendiri dengan alamiah dan terbuka. Nah lho... padahal kan aib ya... tapi tenang semua nama alamat dan juga waktu disamarkan kok. Jadi amaaan.
Nah, minggu lalu adalah saat pertama saya hunting boks ini. Well.... bingung saya memilih target mana yang harus saya dekati. Sempat lirik kanan kiri, dan juga tengak tengok orientasi medan. Cari bahan pembicaraan.
Saya duduk di kursi di bagian belakang dan mencoba bertanya. "Mbak, mau daftar caranya gimana ya?" tanya saya. Tapi jangankan dijawab dia aja tidur.
Well, akhirnya saya geser maju. Mendekati ibu2 yang sedang ribet sama bocah kecil. Saya lalu menanyakan hal serupa. Dan tiba2 raut si ibuk itu berubah, mendadak serius. Dua rius malah. "Jangan Mbak. lebih baik dipikir-pikir dulu. Jangan geeegabah," kata si Ibu. Saya cegek dan salting.
Harus saya jawab apa coba. Dengan kikuk akhirnya saya jawab dengan sedikit memlintir raut muka ke ekspresi sedih, melas. "Saya sudah jenuh Bu, tiap hari berantem. Saya sudah tidak betah," jawab saya. Nah lho.
Obrolan pun berlanjut dengan pertanyaan 5W +1H yang justru diajukan si ibu ke saya. Kan seharusnya saya yang introgasi ya. .
keterangan i : ibu. s : saya. b: bapak
i : Sudah menikah berapa lama?
s : delapan bulan
i : masih awal, jangan keburu buru mbak, dibicarakan baik baik
s : tidak bisa bu. ini jalan yang terbaik
i : apa masalahnya dik? #mulai intens. dia bahkan merogoh tasnya mengambil tisu. takut sewaktu waktu saya mewek. dan dia sodorkan
s : (karena sudah disodorin tisu) saya nggak apa nih bu curhat?
i : ya siapa tahu bisa membantu adik. kadang kalau dipikir sendiri kita menganggap kita yang paling benar
s : suami saya selingkuh bu. saya sudah curiga. dia jarang plang. dan kami seringg cek cok
i : sudah dipastikan? coba bicara dari hati ke hati. mungkin ada kamu yang salah paham. atau ada masalah yang mebuat kalian jadi jauh.
s : sudah. tapi kami tidak pernah bs bicara baik baik. akhirnya malah saling tuduh. (mewek mulai)
i : sudah bicara dengan keluarga??
s : menggeleng
i : nah... coba dibicaraka dulu.... janga gegabah.... semua bisa dibicarakan.... #ngelus2 punggung saya
s : ~nangis deh tes tes ~lalu tiba-tiba bapak sebelah saya ikutan nimbrung
b : kalau butuh pengacara bilang saya dik
s dan i : djsja%;&%@$("~()&@65241~~(#
hahaha. walau dengan sandiwara itu.. akhirnya saya bisa tahu kalau si ibu itu sedang mengantarkan anaknya yang baru 26 tahun sidang cerai yang kelima. Mereka cerai karena si Donjuan punya wanita idaman lain.
Eh tapi pas sudah sidang ke tiga si Donjuan urung ingin melanjutkan permohonan cerai. Dan ingin rujuk. Ya otomatis si Karin nggak mau. Karena mangkel ditolah niat rujuknya malah si Karin dituduh selingkuh dan punya pria idaman lain. Lha kok mbulet... dan yang kasihan bocah yang tadi sama si ibuk tadi itu anak mereeeka. Baru tiga tahun. kasihan
Well.. ternyata liputan di PA nggak seekstremm yang saya bayangkan.... walau dengan sedikit acting karbitan, ya bolehlaaaah....
happy reading guys....
Langganan:
Postingan (Atom)