Beberapa hari yang lalu (7/1) saya kembali pergi ke agen jasa pengiriman JNE kampus yang ada di Gedung SCC Lt 1S. Kali ini tidak membawa berpaket-paket pengiriman berisi buku Djoeang seperti sebelumnya. Tapi hanya satu amplop coklat saja yang berisi satu buku.
Amplop ini akan dikirimkan ke satu alamat kantor ke Gedung Graha Tedja di Jakarta. Salah satu alumni ITS seminggu lalu memesan satu buah buku untuk dirinya. Uang sudah ditransfer, sebesar 150 ribu rupiah. Harga bukunya hanya 100 ribu memang, sisanya untuk ongkos pengiriman. Ada kembaliannya, dan langsung saya sertakan dalam amplop tersebut agar kembali ke pembeli. Belajar anti korupsi reek. Hehe.
Bukan ini yang menjadi ide pokok, hallah, postingan saya kali ini. Tapi hal lain yang lebih mellow dan mendayu-dayu. Hahahah, itu lebai kawan.
Sepanjang jalan menuju JNE, dari Kantor ITS Online, pikiran saya merajalela. Maklum, berjalan sendiri begini punya energi potensial melamun yang sangat tinggi. Saya jadi merenung, sembari memandangi amplop coklat di tangan saya ini. Di dalamnya ada sebuah buku, buku karangan saya dan kawan-kawan saya: Tim Djoeang.
Buku ini, dalam dua hari ke depan, akan sampai pada pembaca, yang entah siapa. Yang saya tahu, buku ini dikirim untuk seseorang bernama Handini. Saya tidak kenal. Ya, hasil karya Great TEAM DJOEANG: saya, oppa Huda, Emak Upik, Kakak Eka, Adik Aldrin, dan Kakak Icha akan dinikmati oleh seseorang nan jauh di sana.
Ini bukan pesanan pertama lhoo, jangan salah. Dari 500 ekslemplar yang kami cetak Nopember lalu, kini masih tersisa kurang lebih 100 buku yang masih ngangkrak di Kantor ITS Online. Itu berarti 400 buku yang lain telah habis beredar di tangan-tangan pembaca. *saya kini sedang tersenyum :)
Tersenyum, karena inilah waktu yang jauh-jauh hari sangat kami harapkan dan nantikan. Bagaimana tidak, penggarapan buku ini memakan waktu dua tahun dalam kandungan kami. Sejak dua tahun yang lalu, tahun 2010, kami memulai langkah kami dengan mengetok meja rapat, bahwa tema buku yang akan kami garap adalah buku SEJARAH.
Horor memang. Saya terutama yang nggak doyan sejarah, dipaksa harus menulis bukusejarah. Langkah kami tergolong lambat. Kami harus merunut sejarah dari awal. Mencatat siapa-siapa saksi sejarah ITS yang kiranya masih bisa dimintai keterangan. Bukan sekali, ketika narasumber yang hendak kami hubungi ternyata sudah ada di alam lain. Beberapa juga terjadi, narasumber kami yang meninggal bahkan ketika buku kami belum kelar di cetak.
Itu bagian paling mengharukan dari penggarapan buku Djoeang ini. Silahkan dibayangkan sendiri, sesepuh apa saksi sejarah yang kami temui (rata-rata). Untung sudah selesai dikorek keterangannya *eeeh.
Yap, buku yang kami beri nama TITIK NOL KAMPUS PERDJOEANGAN ini, memang mengumpulkan rekaman sejarah kampus ITS sejak masa awal pendirian. Merekakan kembali mengapa kampus teknik ITS ini didirikan. Yang uniknya, pencetus pendirian ITS justru seorang dokter umum. Inilah istimewanya ITS. Dia bukan peninggalan kolonial Belanda. Seperti UI, ITB atau UGM. Berdirinya ITS, kampus perjuangan, memang dilandasi dari perjuangan yang panjang.
Kalau saya bilang, mahasiswa ITS itu WAJIB tahu sejarah kampusnya. Bukan berarti saya memaksa semua mahasiswa untuk membeli buku kami. Haha. Tapi setiap mahasiswa wajib tahu bagaimana semangat pendiri ITS memperjuangkan berdirinya kampus yang kelak akan membesarkan mereka ini. Mereka harus tahu dan belajar tentang menghargai semangat dokter umum mendirikan kampus teknik pertama di Indonesia Timur. Yang kemudian setelah berhasil mendirikan justru dikudeta oleh mahasiswanya sendiri. Cerita yang heroik.
Kembali lagi dalam renungan saya. Siang tadi yang terpikir dalam pikiran saya adalah tentang quote jadul. Sekali berarti kemudian mati. Haha, sadis ya. Bukan begitu, tapi saya sedang mengilhami tentang makna sebuah karya. Seseorang akan dikenang bukan karena dia siapa atau apa. Melainkan dia akan dikenang karena karyanya.
Pun begitu dengan seorang penulis. Yang akan terus dikenang dari penulis adalah hasil tulisannya. Karyanya. Meskipun dia kelak sudah mati, dia akan terus hidup lewat karya-karya yang telah ia lahirkan. Yaa walupun tidak buanyak, saya bangga telah menulis buku djoeang ini. Semoga pesan-pesan yang ingin kami semua –tim djoeang- ingin sampaikan, melalui buku ini bisa tersampaikan.
Juga semangat djoeang para leluhur-leluhur ITS dapat terus tersemat ke darah sivitas akademika ITS. VIVAT !!!!
^paling tidak satu mimpi saya, menerbitkan buku (walau masih kelompokkan) bisa saya coret. Tapi lalu saya menambahkan satu mimpi saya lagi di bawahnya. Menulis buku, sendiri. :D amiin
sospol banget!!! :P
BalasHapus