Selasa, November 12, 2013
Senin, November 04, 2013
Being a Journalist*
Mungkin bagi orang lain, ini tidak penting. Tapi bagi saya, memberi apresiasi pada diri sendiri itu perlu. Pertama, untuk memotivasi diri sendiri, kedua untuk menginspirasi saya sendiri. Karena yaa, setiap orang pasti punya sisi low dan high motivation kan. Biasanya, dengan me-refresh pikiran dengan hal begini bisa membuat mood saya suatu hari jadi berubahan positif.
Dan, siapa tahu kelak, saya ingin flash back, biarkan lewat blog ini saya bernostalgilaaa, hehehe
Ini satu cerita tentang pengalaman saya sebagai wartawan (onjobtraining) di Radar Surabaya. Sebuah koran lokal anak perusahaan Jawa Pos Grup. Atas satu peristiwa membuat saya tiba-tiba ingin terjun ke dunia satu ini. Dan Alhamdulillah diberi kesempatan untuk terjun langsung dan merasakan hidup di jalan ala Wartawan.
Rasanya? Nggak ada kata yang lebih mewakili, selain kata S E R U. Setiap hari bertandang satu tempat ke tempat yang lain, hanya untuk mendapatkan satu dua tiga cerita. Berita. Satu yang jadi paling mengasyikkan adalah semua ini membuat saya menghafal jalan, menghafal orang, mengenal orang dan jeli dalam segala hal.
Lapsus halaman 1. Yeeeey. Nembus ini susaaah |
Sedikit beban mental. haha, karena jadi wartawan bukan hanya soal melaporkan berita. Tetapi juga membela, menyampaikan, menyalurkan pendapat, daaaan banyak yang lain. Dan satu lagi, jadi wartawan itu adalah soal kecepatan dan ketepatan. Ngebut? Selalu. Dan membuat jari-jari ini selalu lincah menekan tuts keyboard. Hahaha. Alaynya lagi, tangan ngapal. Karena? Kebanyakan nyetir. -___-
Hmm, berfikir menjadikan wartawan sebagai profesi memang membutuhkan pertimbangan yang sangat panjang. Pertama, wartawan (dalam skala saya) tidak cocok untuk perempuan. Benar kata seseorang. Kelak, kalau sudah berkeluarga (haallah) saya nggak mau jadi wartawan. Profesi ini sangat membuat lupa waktu lupa keluarga. Tapi seeeruu. Hahaha, biarlah ini menjadi proses penjajakan di masa muda. Menggali pengalaman menggali ilmu.
si rumah miring yang longsor karena terdampak proyek pemerintah |
Empat bule yang ngamuk bangunan peninggalan Belanda ditelantarkan. Iyalah, dulu kalian penjajah! |
inspiring kid. berprestasi karna ditinggal ibunya (broken home) |
Serunya karena saya bisa merasakan bagaimana berhubungan dan berkomunikasi mulai dari grassroot, pejabat, atau marginal. Mengungkap kasus, dan berburu kecepatan dengan media lain. Hmm, menulis begini membuat saya berfikir bagaimana saya harus melepaskan ini semua kelak.
Walikota Tri Rismaharini. Inspiring Woman :D |
Fashion show. Baru kali ini nonton beginian. haha |
Benar kata seseorang, ketika kita memulai, kita juga harus tau kapan harus mengakhiri. Tetap tinggal atau akan berlari suatu saat. Tapi emang ya, yang nama ikatan persaudaraan sesama jurnalis itu sangat kental. Kemana saja asal kita wartawan, orang lain, baik sesama wartawan atau bukan pasti akan selalu dibantu. heehehe. Saya baru akan menginjak bulan ketiga. Masih butuh berpuluh-puluh tahun lagi untuk bisa menjadi wartawan sejati.
Tapi ada sesuatu yang aneh. Jadi wartawan itu memang penuh cobaan. Iman terutama. Nggak sekali dua kali pas ngeliput di kasih amplop. Pertama saya kira itu amplop apaan, eh duit. Setelah konsultasi, ternyata begituan termasuk sogokaj. Astagaa. Dan yang ngasih kebanyakan dinas pemerintahan. Satu wartaawan dikasih duit segitu. Ckckckc..
Belum lagi si polisi. Sudah lebih dari dua kali saya lolos tilang karena saya nyebut saya wartawan. Ngikngok banget. Pernah langsung dikebalikan duit saya, padahal saya belum sempet ngeluarin kartu pers saya. Aneh.. Ya aneh, emang kenapa kalau wartawan? Payah kan..
Yovie n Nuno |
But, so far, I am enjoy for being a journalist.
*_* |
Senin, Oktober 28, 2013
Tangan Kanan Tangan Bagus, Tangan Kiri Jangan Iri
Dulu, ada yang bertanya pada
saya, kenapa tangan kiri dijuluki tangan jelek. Atau singkat kata, kenapa orang
tua kita selalu bilang, “Hayoo, pake tangan bagus,” maksudnya pakai tangan
kanan saja jangan pakai tangan kiri. Teman saya waktu menanyakan pada saya
mengapa anak kecil diberi mindset bahwa tangan kanan itu tangan yang lebih baik
dari tangan kiri. Kalau dia bilang, kan nggak adil
bagi orang yang misal hanya punya satu tangan. Misal kanan saja atau kiri saja.
Waktu satu menjawab, ya karena
tangan kanan itu tangan yang bagus. Lebih bertata karma. Sekaligus tangan kiri
adalah tangan syaitan. Dimana syaitan selalu memakai tangan kirinya ketika
makan. Mungkin juga untuk yang lain.
Teman saya itu sempat bertanya,
memangnya ada dalilnya tangan bagus itu tangan kanan? Saya memang selalu lemah
dalam hafalan nasab hadist. Saya pernah dengar, tapi saya lupa. Pokoknya yang
saya ingat itu adalah tangan kiri itu adalah kebiasaan syaitan. Itu yang
dijadikan adaptasi hukum mengapa tangan kanan dikatakan tangan baik dan tangan
kiri adalah tangan jelek.
Dan beberapa bulan lalu saya
menenmukan hadistnya. Bunyinya begini:
Saya ingat, teman saya sempat
bilang “Masak Allah menciptakan tangan, tangan jelek? Ya enggak kan, tangan
kanan dan tangan kiri itu sama-sama bagus,” katanya waktu itu. Kami sempat
berdebat, bukan berdebat sih, berdiskusi tepatnya. Saya selalu kalah. Karena saya
ya itu tadi lupa dalil, saya selalu gagal menyebutkan itu disebutkan di hadist
yang mana atau di quran surat apa.
Yaaa, paling tidak saya senang
berdiskusi dengan si anak ini. pertanyaannya sederhana. Mudah dinalar, namun
kembali lagi, kita memang selalu harus punya dasar ketika melakukan sesuatu.
Juga ketika menetapkan sesuatu. Amal tanpa ilmu itu nonsense kan. Begitu juga
ilmu tanpa amal.
Ahaha, jadi ceritanya saya
sekarang sedang rindu berdiskusi dengan kawan saya satu itu. Rindu untuk
berdiskusi, dan rindu untuk merionalisasikan tentang agama, budaya, dan
syariat. Ngobrol dengannya itu sebenarnya bukan level saya. haha. Tapi sekarang dia sedang pergi
jauh. Jauh sekali. Cannot be reached. Hehe. Langka teman seperti dia. Yang
selalu mebuat saya selalu belajar lagi, belajar lebih. Tentang yang sederhana
hingga yang paling rumit.
Kamis, Oktober 17, 2013
Rasanya Jadi Tante
Rasanya punya ponakan emang seru. Dulu pas saya masih unyu-unyu punya sih bulek (tante, red). Dulu saya sering sore-sore di ajak jalan-jalan, beli terang bulan, atau nonton bulu tangkis di GOR. Nah sekarang saya merasakan jadi tante. Hehe.
Pas selametan Ayah yang kedua, Alifi ke rumah sejak siang. Sore-sore, si mata beruang ini, yang sudah pinter di ajak naek motor, saya ajakin mueter-muter. Ke pasar aja sih, eh dia malah ngrengek beli macem-macem. Mulai meja belajar gambar tom n jerry samai mobil-mobilan dua buah sekaligus. Masalahnya saya nggak bawa dompet. Hanya ada duit selembar Rp 20 ribu.
Dia ngrengek-ngrengek. Nggak mau balik kalo mobil itu nggak ikut di bawa. "Satu ae Fii, duit ning Ima nggak cukup," kata saya merayu. Dan tau jawabnya apa?
"Duaa, cek iso tabrak-tabrakan," katanya unyuu. hahaha imuutnyaaaa....
belajar alay |
jepretan alifi |
Kalau gedhe mau jadi apa? "Punya helikopter" itu jawaban Alifi.
Rabu, Oktober 09, 2013
Usia Kembar 22
Sudah semakin tua. Perasaan kayak baru kemarin ngepost ultah yang 21, sekarang udah yang 22 aja.Hehe. Dan yang bikin terharu temen2 kosan dan angkatan ngasih kejutan, masih aja... hahaha. Nggak nyangka sama sekali. karena waktu pas mau liputan, waktu masih di kampus, sempet sih dibikin geje, tapi nggak ngeh kalo itu bagian dari perangkap. tapi alhamdulillah masih dalam bentuk wajar.. :)
tapi ada kado spesial juga. pas hari itu, liputanku masuk di halaman satu. :)
dapet kado handbody |
Semoga di usia kembar 22 ini, di usia yang serba ganda ini, akan ada banyak berkah yang berlipat ganda, rasa sabar yang berlipat ganda, dan juga kekuatan yang berlipat ganda. dan yang terakhir kebahagiaan untuk keluarga, kawan dan semuanya yag berlipat ganda.
Thanks for you all guys..
Rabu, September 18, 2013
Cover: I Wanna Grow Old With You by Westlife
it's just a kinda funny. cuman buat lucu2an. tiba-tiba pengen ngerekam diri sendiri. hahaha. kadang narsis itu juga semacam kebutuhan. saya yakin anda semua setuju, iya kan? jadi ceritanya, kapan hari saya sedang nganggur, dan sedang berkencan dengan gitar unyu saya, si Gee. (saya memang suka menamai apapun benda2 kesayangan saya, jadi biasa aja). nah, ketika lagi browsing chord lagu, eh ternyata nemu chordnya lagu I Wanna Grow Old With You-nya Westlife. kebetulan banget, dulu saya pernah nyari tapi nggak tau kenapa nggak nemu.
susah-susah gampang. susahnya nemuin tempo yang pas. nggak usah dibayangi saya nggitarnya sama kaya yang sudah kaliber. standart. hahaha. tapi apapun kalau karya sendiri pasti membanggakan. ya kan? jadilah saya sebelum berangkat liputan narsis dikit. yang ternyata bikin saya upload di yutub. alay ya? hahaha, tapi gapapalah, sapa tau ntar akalu saya punya anak cucu, ngeliat blog ini bakal mikir, eh ternyata emak gue alay yaa,,,
kan alay dan lebay adalah proses hidup. so just enjoy your life. do what you love and love what you do :))
Sabtu, September 14, 2013
The Gee
when you need something to refine. when you need something to remember. when you have something to believe. this is not just about u and your world. one thing one choice one believing. yesterday, today or even next day. trust you have to trust and go to the place you want to go. because you only have one chance to stand before down and never wake up.
me and the gee |
22:37 - The Ring Angel
Sabtu, September 07, 2013
It's Not That Easy
ternyata nggak segampang yang saya bayangkan. harus berkutat dengan jalanan setiap hari demi satu dua dan tiga cerita. lebih dari itu, ini tentang sebuah petualangan di kota pahlawan. siapa yang hafal semua jalan di kota surabaya? ayo beradu? target saya, tiga bulan ini saya harus menjelajah seluk beluk kota terbesar kedua di Indonesia ini *walau untuk sekarang masih tanpa SIM. :)
dream | do | share |
Sabtu, Juni 08, 2013
Selasa, Mei 28, 2013
Lihat Milky Way di Ranu Kumbolo
Dulu pas saya masih semester
empat, lihat foto senior-senior di Ranu Kumbolo itu mupeeeeng banget. Keindahan
alamnya katanya emang nggak tertandingi. Sampai-sampai Ranu Kumblolo dapet
julukan surganya para pendaki. Hmmmm… ternyata semua ini nggak ada yang bohong.
Semuanya emang bener. Ranu Kumbolo emang indahnya bikin kita nggak berhenti
nyebut Subhanallah..
Begitu kami tiba di Rakum, itu
singkatan Ranu Kumbobo, saya dapet dari sebutannya para hikers Backpacker ITS
yang waktu itu sempet gabung ndaki juga, kawannya Ucup, Yokka dkk. Yup, begitu
kami tiba di Rakum, kami segera mbangun tenda. Kami harus cepat, karena si
kabut yang dinginnya minta ampun itu rasanya sudah mulai turun untuk bertemu
dengan si danau.
Ada tiga tenda yang kami bawa.
Dua untuk tenda cowok dan satu untuk tenda cewek. Si Ucup ribet ndirikan tenda
unyu milikny, maklum,, ngereyen dia. Si abror juga sibuk ndirikan tenda
mungilnya, yang bakal ditidurin sama dia dan mbah. Tenda ketiga baru akan
didirikan setelah tenda satu atau dua kelar. Iya, karena saya dan Ayuk jelas
nggak bisa bangun tenda itu sendirian.
Akhirnya saya memutuskan untuk
mbantu si Patar masak saja. Kami nggak masak besar malam itu. Cuman masak mi instan,
dan sarden. Si Patar, koki andalan, sudah siap dengan bawang merah bawang putih
juga cabe buat di campur dengan mi instan. Untungnya si Ucup di warung bu
Endang tadi udah beli nasi putih. Jadi kami nggak perlu nanak nasi buat dinner.
Nggak cukup itu, sepertinya,
malam pertama kami nggunug ini lebih tepat jadi malam camping semacam persami.
Hehe. Karena selain mbontot nasi putih dari bawah, ternyata si Ucup cuga bawa
bekal tahu goreng dan gorengan ikan tuna dari rumah. (itu artinya masakan
kemarinnya pas masih di Surabaya). Untung nggak basi. :D
Kami makan malam dalam damai.
Nggak damai ding, telur asin yang sempet diperebutkan Ayuk dan Radhi ternyata
emang bener-bener basi. Baunya amis banget. Tapi, berdasarkan pada komitmen
anak gunung bahwa makanan yang dibwa tidak boleh dibuang-buang dan sia-sia,
kami memutuskan untuk tetap memakan telur busuk itu.
Rasanya? Hmmmm pahit-pahit bau
gimanaaaa gitu. Hehe, tapi agak nggak terasa kok. Karena si koki Patar
nyiasatin buat si telur itu dimasukkan ke mi instan. Haha, jadi baunya malah
nnyebar. Dodol
Well..
Menghabiskan malam do Rakum itu
ibarat makan daging duren berduri. Lhoh kok?
Iya banget. Soalnya, emang bener
indahnya Rakum bikin speechless, tapi dinginnnya juga bikin mati kutu dan mati
gaya. Gimana enggak, kami yang awalnya pengen bikin acara sharing kecil-kecilan
habis makan ternyata sama sekali nggak terwujud. Walau sempeet sebentar
ngumpull di tenda, ujung-ujungnya cuman saling gojlok, hingga akhirnya kami
menyerah pada keadaan. Dingin. Pake seru pake banget.
Si Abror n mbah udah tewas duluan
lepas makan, Ucup juga malah. Akhirnya kami masuk tenda masing-masing. Tapi
emang banget kan ya, udah jauh-jauh dateng ke sini akhirnya cuman pindah tidur.
Akhirnya saya dan ayuk menghabiskan sisa malam yang ada dengan gazing star.
Seumur hidup jujur saya belum
pernah ngelihat langit seindah di Ranu Kumbolo. Tahu enggak kenapa? Langitnya
bersih banget. Nggak ada mendung, nggak ada awan sisa-sisa polusi. Yang ada cuman
langit dan ribuan bintang.
Saya bahkan sempet takut lihat
bintang yang terangnya seperti lampu neon itu. Terangnya bikin saya merinding.
Saya baru berani dan betah lihat langit ketika sudah di tenda, dan hanya
keapala saya yang muncul keluar, bareng ayuk. Hehhe, mungkin ini rasanya takjub
yang bener-bener ya akan keajaiban pencipta alam semesta. Sumpah, rasanya saya
seperti diserbu ribbuan bintang itu. Takut.
Coba aja ada observatorium di
Rakum, pasti pencinta atronomi seneng banget di sini. Surga banget buat yang
hobi ngamatin bintang.
“Itu apa Yuk, kok bintangnya
kayak di selimuti awan mbentuk sesuatu gitu?’’ Tanya saya ke Ayuk yang juga
lagi ndongak di samping saya. Romantis banget ya, berdua, mandengin bintang.
Haha.
“Itu Milky way,’’ jawab Ayuk.
“Kata guru SD saya sih gitu dulu,’’ tambah dia. (Dia jawab gitu berasa saya SD
nggak diajarin gituan haha.
OOoh,, jadi itu namanya milky
way, alias galaksi BimaSakti yang menjadi tempat hidup bumi kita… ternyata kita
bisa lihat ya. Saya nyebut berkali-kali deh disana. Alhmadulillah, naik gunung
membawa kebaikan :D.
Sayangnya, meski udah berulang
kali saya mengarahkan kamera ke langit buat mengabadikan tawuran bintang itu,
tetep aja nggak bisa tertangkep. Karena kamera yang saya bawa cuma kamera
poket, jadi settingannya pun terbatas. Eman banget…….
Tapi minimal, memori saya bisa
merekamlah apa yang aya lihat. Tentang kelip bintang yang full memenuhi langit
dari utara selatan barat dan timur. Juga si Milky Way yang menunjukkan jati
dirinya dengan gugusan banyak sekali bintang kelap kelip hingga membentuk satu
pola tersendiri. Seperti membentuk sekumpulan kabut dengan bintang-bintang yang
sinarnya terang sekali di dalamnya. Subhanallah dah pokoke. :D
Nih,,, sedikit foto landscape Rakum yang unyu ketika pagi.
kalo pagi, kabut mulai turun |
sunrise |
--Rakum,
Dingin, Hipotermia—
Sepertinya saya harus menyarankan
dan meyakinkan kalian, para calon pendaki, untuk tidak meremehkan membawa
obat-obatan standart ketika mau ke gunung. Seperti minyak kayu putih, salonpas
cair, antangin, dan obat sakit gigi.
Terutama di Ranu Kumbolo. Bahkan
ketika bukan musim penghujan sekali pun. Kata Ucup, temperatur di sini sekitar
14 derajat. Tapi saya sama sekali sangsi. Gimana enggak, rasa dingin hawa di sana
itu semacam kalo kita lagi nge.genggam sebongkah es batu. Berapa derajat,
itulah dinginnya si Ranu Kumbolo. Bahkan saya curiga, jangan-jangan kalau malam
si danau berubah jadi taman ice skacting, yang pastinya membantu menurunkan
temperature daerah di sekitarnya. Hehe
Tapi uniknya saya bisa tidur
angler di tenda. Setelah menambahkan satu kaos kaki, dan satu training dilapisi
jeans. Atasan kaos dan jaket parasut, baru kemudian sleeping bag merk Lapuma
yang sisi polarnya dijamin anget banget :D
Kenyenyakan tidur saya sempet
terganggu karena si Ayuk ternyata menderita Hipotermia. Tiba-tiba dia merintih
seperti sesak nafas, dan terduduk. Ngakunya dia jantungnya semacam diremas
sedemikian hingga dia susah buat narik nafas. Dia minum obat antangin, dan juga
semacam obat sakit kepala agar bisa tidur. Kasihan. Akhirnya saya pijet dia,
paling nggak kalo dia terjebak kemasukan angin, bisa terkurangi.
Ternayat benar. Setelah dipijet
dengan di olesin salonpas cair, dia bisa tidur akhirnya. Ya, salonpas di gunung
fungsinya seperti minyak kayu putih di kehidupan normal. Karena minyak kayu
putih di tempat semacam ini udah nggak mempan sama sekali. Jadilah salonpas
yang panas itu kami oleskan disekujur tubuh agar hangat.
Satu lagi cerita soal menikmati
dinginnya Rakum. Di tengah-tengah nyenayaknya tidur (maklum mungkin saya
kecapekan banget), saya merasa tiba-tiba gigi saya sakit semua. Dari gigi
depan, gigi seri, geraham, taring dan gigi susu, ehh… semuanya sakit. Kamu
pernah mersa missal kamu gigimu terbentuk sesuatu yang sangat keras, emm,, atau
seperti ketika kalian di tinju, pasti kemudian kalian akan merasa gigi kalian
nyeri.. sampai serasa mau copot..? pernah? Itu yang saya rasakan, haha.
jalan-jalan pagi di Rakum |
“Yuk, kamu semalem mukul aku ta?
Kok sampek gigiku rasanya nyeri banget?’’ Tanya saya pas pagi nganterin Ayuk
pipis. Iya, saya kira ayuk tidurnya bertingkah, sapa tahu tangannya nyaplok
muka saya, makanya terus gig saya ngilu kayak mau copot.
“Enggak lah…Oh, kalo gigi, saya
juga ngerasa kok. Akibat dingin kayaknya Im,’’ jawab dia.
Oooooh, karena dingin ternyata.
Haha, saya bahkan sempet khawatir, kalaoo gigi saya mau copot benera gimana.
Pulang dari Semeru masak jadi ompong. Wkwkwkwk
--Beakfast di Rakum dengan Telur Madu Busuk ala Chef Patar---
Percayalah, segala sesuatu yang
nggak akan kolu kamu makan di kehidupan normalmu akan terasa enak ketika kamu
ada di gunung. Dan kalian harus ingat postulat untuk tidak menyia-nyiakan
makanan.
Itulah yang terjadi di rombongan
kami. Si telur asin yang malang itu, mau tidak mau harus kami makan, dan tidak
di buang. Dengan dalil, eman, takut kualat, dan sebagainya. Tapi emang ya, si
Patar itu ada aja kreasinya. Pagi-pagi, pas saya masing melungker di dalam
tenda, Patar minta madu yang saya bawa. Ternyata dia pake buat masak si telur
itu.
Tau-tau pas saya di bangunin buat
sarapan, heheh gabut, tuh telur asin udah jadi menu siap santap bersanding
dengan mie instan, sarden, dan nasi anget khas tanakan nesting.
breakfast menu |
“Tar ini masak apa?’’ tanaya
Radhi.
“Telur madu bumbu kari,” jawab
Patar cengengsan.
Saya menaikkan alis. “Telur
busuknya catutin Tar,” kata saya sarkatis melihat di telur ada warna-warna
hitam. Busuk. Haha, semua ngakak. Tapi gitu-gitu abis juga kecuali bagian yang
warna hitem. Lahap di makan sama kami semua. Wajar, cuaca dingin begini, emang
paling enak itu ya makan.
makan sambil begigil |
Usai sarapan, kami beres-beres
untuk melanjutkan perjalanan ke Mahameru. Tapi sebelum itu kami bersih-bersih
diri dulu di air danau Rakum. Ya itung-itung ngincipin air danau. Si Patar
mandi bebek di sana. Sedang saya dan yang lain hanya sikat gigi dan cuci muka.
Dan cuci piring.
Kalo pagi banyak yang mancing di Rakum |
Sekedar wawasan, kita, para
pendaki dilarang lho buat ngotorin danau ini. Hukumnya haram. Nyunyi muka,
sikat gigi, maupun nyuci nesting pun, sabunnya sama sekali nggak boleh masuk ke
air danau. Jadi ngambil air di botol akua, lalu bersihin pake sabunyya di
tanah. Karena kalo nggak gitu, bisa bayangin kan, gimana jadinya kalo ribuan
orang pendaki bershi-bersih semuanya di danau, pasti rakum udah nggak jadi
surga lagi.
Itulah pentingnya menjaga alam.
Agar kita semua masih bisa menikmatinya lima, sepuluh, atau berpuluh-puluh
tahun lagi. Ceileeeeeh…
Sampah-sampah organik, sisa
makanan, nggak boleh kita buang geletakan. Tapi dibuang dengan nggali lobang di
tanah, biar ntar bisa cepet teurai. Sedang sampah non organic kita, kita
kantongin dan kita bawa sampai kita turun ke pos Ranu Pane lagi. Karena ada
syarat bagi pendaki juga, kalau turun gunung bawa kantong plastik berisi
sampah. Kalau bisa sembari nyangkingin sampah yang mungkin kita lewati, atau
paling nggak minimal adalah membawa pulang lagi sampah rombongan kita sendiri.
Usai bersih-bersih, sambil nunggu packing, mengabadikan moment,, :D
rasanya nggak rela ninggalin tempat ini |
tanjakan yang harus kami lewati untuk meninggalkan Rakum |
tenda kami dan perkampungan dadakan |
Radi ngelamun |
Packing |
ababil |
Selalu ada semangat ketika kita bersama-sama |
Road to Tanjakan Cinta, Oro-Oro-Ombo dan Kalimati
Langganan:
Postingan (Atom)