Di kampus pas liburan itu sesuatu banget. Sesuatu maksudnya di sini khususnya adalah sepi, garing dan bosan. Oke setiap paginya pasti akan selalu disibukkan dengan aktivitas ngorlip. Atau ngapain aja di kantor. Tapi kalau sudah petang menjelang, dan kampus tak lagi memberi aktivitas, maka tentu saja pilihan terakhir adalah pulang ke kos.
Haha, biasanya, aktivitas di kos selau asyik, kalo dan andai saja, teman-teman kosan emak itu masih ada di kos. Tapi lain sekarang. Mereka sudah pada pulang kampung masing-masing, hmmmh.
Jadilah sendirian, di kos sendiri.
Bingung mau ngapain. Ide jalan-jalan pun juga ditolak. Jadilah aku berkencan dengan teman sejatiku –yang lama tidak kukencani- Buku. Ya, rasanya sudah lama sekali aku tidak membaca buku. Kangen rasanya mengembarakan imajinasiku mengikuti alunan si penulis. Hehehe. Sense berpetualang lewat buku itulah yang ternyata aku kangenin banget saat baca buku.
Dan buku yang menjadi temanku petang itu adalah bukunya si Bos besar yang sekarang namanya lagi tenar, Dahlan Iskan. Bukan yang Sepatu Dahlan, tapi yang Ganti Hati. Agak telat sih emang, sudah ada lama di kamar tapi ya gara-gara –sok-sok-an- nggak sempet jadi nggak pernah kebaca.
Inspiring Book *in writing |
Gaya menulisnya yang ringan n mengalir menjadi ciri khas tersendiri saat membaca karya Menteri BUMN itu. Bahasanya yang singkat dan lugas membuat aku tak pernah jengah membaca kata demi kata. Ditambah lagi, cara Dahlan memberi diskripsi dalam tulisannya benar-benar memberi kesan hidup. And I do like it!!
Well, as we know, buku ini bercerita tentang sepenggal kisah Dahlan yang telah menjalani transplantasi liver (hati). Yang bikin excited adalah all about diskripsi Dahlan. Baik operasinya, rumah sakit tempat dia operasi di Tiongkok, dan juga semua uraiannya soal penyakitnya. Sumpah, gue suka gaya Dahlan bercerita. Natural, apa adanya, dan so easy understanding.
Kalau kata Bos asal Magetan satu ini, kunci dari menulis yang tanpa gambar adalah memang diskripsi yang detail. Dia sangat memegang kuat semboyan, diskrispi yang kuat mampu menghidupkan imajinasi pembaca. Dan dia berhasil.
Membaca tulisan Dahlan seolah berkenalan dengan Dahlan lebih dekat. Jadi terharu membaca kisah kecil Dahlan yang melarat dan menderita dlam kemiskinan. Bagaimana kejamnya hidup jauh dari ibu, dan hanya bersama dengan ayah yang keras dan tak jarang kejam. Aku baru tahu kalau Dahlan ini malah dulunya adalah seorang yang gigih dalam penderitaan keluarganya. Nelangsa rasanya mendengar dia bahkan belum bisa naik sepeda onthel sampai dia SMA. Hanya karena dilarang sang bapak belajar meroda dengan alasan ‘’Bagaimana kalau sepedanya rusak? Kau tak akan bisa menggantinya,’’ oh meeeen,,,,
Hmm, orang besar adalah orang yang tak pernah lupa pada sejarahnya. Sejarah hidupnya. Tak hanya ingat tapi juga belajar dari sejarahnya. Itulah Dahlan.
Meskipun belum khatam aku baca dan sekarang baru sampai halaman 32, paling tidak aku belajar. Bagaimana menghargai hidup, menghadapi tantangan, dan mencoba mengilhami apa artinya sebuah perjuangan. Orang berhasil karena beruntung itu hanya segelintir. Tapi yang berhasil dengan kerja kerasnya, itu yang pasti nggak segelintir.
Well, di suasana yang sepi ini, kembali aku menyadari: Book, is my bestpartner ever!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar