Semuanya berubah. Suasana rumah, adik, ayah, kakak, semuanya berubah. Semuanya menjadi asing. Membuat, aku, mereka, dan kami beradaptasi dengan kondisimu. Ya, semuanya berubah. Sejak kau terbaring dan tak bisa bangun dari tidurmu sebulan lalu, Ibu. Penyakit yang kini bersarang didirimu benar-benar membuat segalanya berubah.
Mungkin ini teguran keras dari yang Maha Hidup. Mengingatkan kami sekeluarga tentang arti kehadiran seorang ibu di tengah-tengah kami. Tepat sebulan yang lalu keluargaku dikagetkan oleh kondisi Ibu yang tiba-tiba tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Ada apa dengannya, kami pun tak tahu.
Sebuah perjalanan panjang membawa kami sampai di Mojosari, tempat Ibu dilarikan. Dari diagnose Dokter, akhirnya diketahui apa yang sebenarnya diderita Ibuku yang sangat aku dan semua keluargaku sayang itu.
Dari kecil, Ibuku memang sering sakit. Ada kelainan pada jantungnya. Klepnya bocor, begitu ibu biasa menjelaskan penyakitnya pada aku dan saudaraku. Kalau kambuh, aku bisa melihat dada ibuku bergetar hebat tak beraturan, nafasnya memburu dan berat.
Dalam setahun, penyakit Ibu bisa kambuh sampai dua kali. Ini membuat ibu ku tak pernah mempunyai tubuh yang bisa diilang gemuk. Berat badannya tak pernah lebih dari empat puluh kilogram, kurus.
Berbeda dari sebelumnya, sekarang ibuku divonis mengalami penumbatan pembuluh darah di otak. Membuat organ tubuhnya sebelah kiri total tak bisa digerakkan. Atau yang lebih akrab di telinga penyakit ini biasa disebut stroke.
Ya, sudah sebulan ia hanya bisa berbaring, atau duduk sesekali. Tangan dan kakinya masih belum mengalami perubahan. Kami semua sedih itu pasti. Ayah, seorang yang aku yakin menjadi salah satu yang merasa terpukul. Semalam lagi-lagi aku melihatnya tak bisa tidur menunggui Ibu yang juga tak kunjung bisa memejamkan mata. Ia menemani Ibu dengan setia.
Kakakku, tak jarang menangis didepan ibu, terharu akan sakit yang diderita Ibu. Sedih melihat kondisi Ibu yang praktis tidak bisa apa-apa.
Aku pun begitu. Tapi entah kenapa aku tak pernah bisa menangis atau mengaharu biru seperti ning (kakakku) ataupun ayah. Aku sedih, sangat sedih. Aku yakin Ibu juga tahu aku sedih untuknya. Dan aku yakin ibu juga ahu aku bukan anak cengeng yang bisa meneangis didepan orang lain. Dan aku yakin Ibu tahu akau selalu menyebutnya dalam doa ku. Memeinnta kepada-Nya untuk kesembuhannya.
Ibu, semuanya berubah. Kapan kau bisa kembali seperti dulu? kembali membawa tawa disekeliling kami. Kau harus sembuh, Ibu. Kami semua masih membutuhkanmu. Mungkin ini salah kami yang tak pernah memberi perhatian lebih padamu. Yang hanya meminta perhatianmu tanpa memberi satu yang sama padamu. Maafkan kami Ibu. Kau harus sembuh, Ibu. Agar kami dan aku bisa menebus dosa kami padamu.
Ibu, kau Harus Sembuh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar