Minggu, Agustus 17, 2014

Melihat Rumah Kelahiran Bung Karno di Pandean Peneleh Surabaya

RUMAH PROKLAMATOR: Di Jalan Pandean IV no 40 ini, diketahui sebagai tempat kelahiran Presiden RI pertama, Soekarno. Rumah ini belum dibuka untuk umum karena status miliknya 

Hari ini, tepat 69 silam, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dua tokoh proklamator ini kemudian juga menjadi presiden-wakil presiden RI pertama. Dan khusus untuk Bung Karno (sebutan Soekarno), sejak 2011 lalu sejarah telah mencatat bahwa dia ternyata lahir di Surabaya.
Fatimatuz Zahroh/Radar Surabaya

JALAN Peneleh Gg Pandean IV/40. Di sinilah rumah tempat Bung Karno dilahirkan. Tidak ada yang menonjol dari rumah bercat putih berukuran 5x14 meter persegi itu. Tempatnya juga tidak ada di pinggir jalan, melainkan harus masuk ke gang sempit yang tak bisa dilalui roda empat. Bahkan jika ke sana, naik roda dua pun harus turun dari kendaraan dan dituntun.

Di rumah bersejarah itu, bahkan tidak ada monumen atau prasasti resmi yang menyatakan bahwa tempat tersebut merupakan bukti sejarah bahwa proklamtor kemerdekaan Republik Indonesia Ir Soekarno dilahirkan di sana pada 6 Juni 1901 silam. Satu-satunya yang menyatakan bahwa rumah tersebut merupakan tempat lahir Bung Karno adalah plakat kuning dari Pemkot Surabaya. Plakat itu

menyatakan bahwa rumah itu adalah tempat lahirnya Bung Karno dan tempat beliau dulu tinggal saat masa kanak-kanak.

Meski demikian, rumah ini bukan milik pemkot. Pemilik rumah ini bernama adalah Mahmud. Dia juga menghuni rumah tersebut. Dia mengaku kerap merasa kerepotan untuk menerima tamu yang berkunjung. Ya, sejak ditetapkan sebagai tempat kelahiran Bung Karno, ada saja pengunjung yang mendatangi rumah ini. Namun kadang kala rumah bersejarah memang tidak dibuka, sebab statusnya adalah milik perorangan.

Mahmud mengungkapkan awalnya dirinya juga tidak tahun bahwa rumah yang sudah didiaminya sejak tahun 1990 itu memiliki nilai sejarah. Lebih-lebih merupakan lahirnya tokoh yang termasuk dalam jajaran pria berpengaruh di dunia. “Yang jelas baru tiga tahun lalu dinyatakan kalau dulu Bung Karno tinggal di sini,” ujarnya.

Tapi, meski dinyatakan sebagai tempat lahirnya Bung Karno, di rumah tersebut tidak ada bukti autentik sejarah tersebut, baik itu foto, kertas atau pun surat-surat yang bisa menjadi jejak sejarah. “Dari cerita sih, dulu Bung Karno lahir di sini. Kemungkinan dulu ditolong dukun bayi atau bidan di sini,” imbuhnya.  Selebihnya Mahmud tidak tahu menahu lagi.

Yang jelas, beberapa waktu yang lalu, putrid Bung Karno Megawati Soekarnoputri pernah datang ke rumah tersebut untuk turut belajar sejarah. Kamar kecil di rumahnya yang diduga tempat Bung Karno kecil menangis pertama kali pun sempat disambangi oleh mantan presiden wanita pertama Indonesia itu.

“Bangunannya memang tidak saya ubah. Dari awal sudah begini,” kata pria berusia 65 tahun ini. Mahmud mengaku sejak awal tinggal di tempat tersebut bersama dua saudaranya Jamilah dan juga suaminya.

Meski sudah ditetapkan sebagai tempat bersejarah, namun pemerintah tidak membeli rumah itu. Mau tidak mau, Mahmud yang dadakan menjadi ‘pemandu’ ketika banyak tamu datang. Seperti saat Radar Surabaya mengunjungi tempat ini. Yang diberikan oleh pemkot hanyalah plakat.

di rumah HOS Tjokroaminoto

Kondisi ini jauh berbeda dengan situs bersejarah lain yang bebeda beberapa gang saja dari Pandean. Yaitu di Jalan Peneleh Gang VII 29-31. Di situ juga terdapat sisa-sisa sejarah sang proklamator. Yaitu kediaman pendiri Sarekat Islam Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, yang sekaligus menjadi tempat Bung Karno ngekos saat masih muda.

Rumah seluas 9x12 meter persegi itu lebih terawat dan terjaga. Ini lantaran tempat satu ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Seorang guide atau pengelola pun ditempatkan khusus untuk menjaga tempat ini.
“Dulu Bung Karno ngekos di rumah HOS Tjokroaminoto ini. Sekarang istilahnya kos, tapi kalau dulu seperti mondok,” ujar Eko Hadi Ratno, pengelola rumah bersejarah ini.

di dalam rumah HOS Tjokroaminoto yang jadi tempat mondoknya bung karno
Eko menyatakan bahwa rumah ini sudah ditemukan sejak tahun 1996 dan baru diresmikan tahun 2009. Berbeda dengan rumah di Pandean, rumah ini mendapat dana khusus dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya. Total dana per tahun sebesar Rp 12 juta digulirkan untuk biaya perawatan dan penjagaan.

“Sebenarnya rumah yang di Pandean ingin dijadikan datu paket dengan tempat ini. Tapi karena ada konflik pembebasan lahan, makanya rumah di Pandean belum juga menjadi cagar budaya resmi milik pemkot,” terangnya.

Terkait rumah Pandean, Eko sedikit menyebutkan penemuan rumah tersebut sebagai tempat lahir Bung Karno bukan sembarangan. Informasi dari berbagai sumber pun dikumpulkan untuk penetapan ini, termasuk mengundang keluarga Bung Karno dari Blitar. “Pihak keluarga Blitar pun membenarkan bahwa pada tahun kelahiran Bung Karno, orang tua Bung Karno memang tidak sedang di Blitar melainkan di Surabaya. Dan setelah diteliti, ternyata pada tahun tersebut tercatat bahwa orang tua Bung Karno kontrak rumah di Pandean tersebut,” terangnya.

"Kemerdekaan Indonesia itu berawal dari pintu ini," kata Eko. Iya. karena di sini awal mereka berdiskusi dan sadar bangsa kita tengah dijajah
Terkait rumah Pandean, Eko sedikit menyebutkan penemuan rumah tersebut sebagai tempat lahir Bung Karno bukan sembarangan. Informasi dari berbagai sumber pun dikumpulkan untuk penetapan ini, termasuk mengundang keluarga Bung Karno dari Blitar. “Pihak keluarga Blitar pun membenarkan bahwa pada tahun kelahiran Bung Karno, orang tua Bung Karno memang tidak sedang di Blitar melainkan di Surabaya. Dan setelah diteliti, ternyata pada tahun tersebut tercatat bahwa orang tua Bung Karno kontrak rumah di Pandean tersebut,” terangnya. 

Eko menerangkan bahwa di rumah Tjokroaminoto ini memang dijadikan banyak pemuda untuk berguru. Selain Bung Karno, ada juga tokoh kenamaan seperti Kartosuwiryo, Muso Halimin dan juga beberapa pemuda lainnya. Di sini, Tjokroaminoto selain mengajari tentang agama juga tentang kebangsaan. Tjokroaminoto berupaya menyadarkan para pemuda bahwa negara Indonesia sedang dijajah.

“Karena lama di sini, Bung Karno akhirnya menikah dengan putri Tjokroaminoto bernama Oetari. Bung Karno memang sejak dulu sudah dikenal sebagai murid yang luar biasa oleh beliau,” imbuhnya. (*/jee) 
nih tak kasih gambar di dalem ruangannya tapi pake narsis.. hehe

Dirgahayu ke 69 Indonesiaaa ...
Foto-foto oleh Ahmad Khusaini fotografer Radar Surabaya. Kecuali foto selfie terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar