Seorang penulis itu selalu khas dengan karakternya. Tegas. Lugas. Unik.
Ada juga additional behavior of writer yaitu misterius, dan whatever you say, I will go straight.
Ya, mereka itu selalu prinsipil. Malah kadang terlalu.
Saat masih candu dengan buku dan novel dulu, saat seragam saya masih putih biru, buku Tere Liye masuk dalam daftar buku yang membosankan. Novel-novel buatannya sarat dengan kalimat-kalimat panjang, minim kutipan dan yang paling saya benci adalah endingnya yang jarang happy ending. Kasusnya selalu saja mbulet dan terkesan mengada-ada. Saya kurang begitu suka.
Ya, mungkin novel Tere Liye nggak cocok diasup oleh remaja tanggung yang suka dengan keababilan seperti saya, dulu. Saya lebih memilih membaca novel berlabel teenlit atau chicklit. Dah ya, saya juga sempat mengira novel Tere Liye itu novel terjemahan. Dan saya juga sempat mengira kalau Tere Liye ini nama pena seorang penulis perempuan.
Eh tapi ternyata salah, belakangan saya tahu kalau penulis buku best seller ini adalah seorang pria yang akhi-akhi, hehe. Kementerian Kominfo BEM ITS 2012/2013 mengundang beliau dalam acara Populer Seminar Writng of Indonesia (Poseidon) 2013.
Bang Tere Liye ini secara khusus datang ke ITS untuk membagi pengalamannya di bidang kepenulisan. Hmm, cukup mahal sih mendatangkan penulis best seller macam dia. Panitia harus rela merogoh kocek sebesar Rp 3,5 juta plus transportasi dan hotel, yaah kira-kira Rp 5 juta deh. But, saya rasa sepadan sih. Bahkan kami, panitia, sempat merasa sayang dan nyesel karena mematok tiket hanya Rp 25 ribu untuk ITS dan Rp 35 ribu untuk umum.
Masalahnya, kalau tahu antusiasmenya sebanyak ini, mungkin kami tergiur untuk maruk mematok harga yang lebih tinggi. Bang Tere bahkan menyebutkan kalau seminar yang mendapuk dia sebagai speaker rata-rata malah Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Dan sayangnya lagi, kapasitas ruangan gedung yang kami sewa hanya bisa menampung maksimum 400 peserta, setelah ditambah beberapa kursi plastik. Yah, jadilah ruang sidang Pascasarjana lt 3 ITS penuh sesak oleh peserta. Pesona Tere Liye ini memang luar biasa.
Si Tere Liye datang dengan tampilan casual kaos hijau panjang, celana jeans, dan sepatu gunung. Saya rada kesal dan menilai orang ini sok-sokan karena nggak mau memberi contact person dan tidak mau ada sesi foto barneg dan juga wawancara bareng secara khusus. Jahat banget ya. Kekesalan saya kian bertambah saat tahu dia mengeluh pengen cepat ke hotel karena lelah usai menunggu pesawat yang rusak saat dia sudah di atas pesawat.
Tapi, mau tidak mau saya harus mengakui kalau penulis satu ini benar-benar keren. Didapuk sebagai pembicara dalam seminar nasional, dia sama sekali tidak menyiapkan slide presentasi. Dia hanya memberikan file word yang isinya lima kolom tentang jenis-jenis tulisan yang mungkin bisa ditulis oleh seorang penulis pemula. Tidak ada yang lain.
Jadilah seminar itu mendengar cerita-ceritanya yang inspiratif, tips-tips menulis ala dia, dan juga sedikit mirip workshop. Saya duduk tepat di depannya selama dia berbicara, berbekal kamera DSLR milik seorang staff, saya puas-puaskan njepret sosok unik di depan saya itu.
Dia biasa menulis sejak usia delapan tahun. Tepatnya menulis puisi. Pria usia 33 tahun ini sejak kecil terbiasa diperpengarkan dongeng oleh pakwonya di Sumatra sana. Dari sanalah ia lalu terbiasa melamun, dan menulis. Baginya, menulis itu adalah kebiasaaan. Ada beberapa tips menulis yang ia bagi siang itu.
Yang pertama adalah penulis harus punya sudut pandang spesial. Kedua yaitu punya amunisi. Penulis juga harus memiliki kekayaan ragam bahasa. Dan terakhir yang saya ingat adalah penulis harus memulai menulis dan tidak perlu susah-susah untuk mengakhiri tulisannya.
Mainstream kan kalo dipikir-pikir. Tapi satu yang saya tangkap dari seminarnya siang itu, bahwa menulis itu tidak perlu memikirkan untuk apa dan untuk siapa kita menulis. Tak peduli orang akan mengapresiasi atau mencaci tulisan kita, asal tulisan itu relevan dengan diri kita maka tulisan itu adalah tulisan yang bagus. Ya, karena katanya menulis itu adalah berbagi kebaikan. Bukan utnuk emngharapkan kebauikan, right??
Haha, paling tidak, saya jadi tidak perlu ambil pusing ketika blogging. Mau orang bilang apa tentang tulisan saya, itulah tulisan saya. Aha, mungkin ini juga yang membuat kepribadian Tere Liye yang sak karepe dewe itu ya. Dia yang tidak mau terlalu di ekspos dan terlalu membatasi diri. Dia bahkan mengelak ketika ada penanya yang menjudgenya sok misterius dan menyembunyikan identitas. Coba ingat-ingat, memang di setiap buku Tere Liye hampir tak ada foto atau biodata penulis kan ya??
Ia berkilah bahwa ia hanya menjaga privasi saja. Haha, dasar penulis.
Well, saat signing book, saya sempat nyeletuk tentang nama pana yang ia gunakan. Nama berbahasa India itu ternyata punya arti "untukmu". Konon dia memang suka India, mulai dari film, dan juga kisah cerita negeri asal Sarukh Khan itu. Makanya ia mencatut bahasa India sebagai nama penanya. Padahal nama aslinya adalah Darwis. Alumni Akutansi UI dan pernah mengajar sebagai dosen juga.
Yaa,, over all bertemu Bang Tere ini membuka satu wawasan baru tentang penulis bagi saya. Dirinya yang unik ini seolah memberi petuah pada saya tentang kayanya dunia jika kita mau berfikir dan kemudian menuliskannya untuk dibagi.
Selayak analogi pohon kelapa yang ia ceritakan di prolog seminar. Bahwa pohon kelapa memang tak pernah berpetualang seperti penyu dan burung pipit. Tapi ia selalu berbuah. Buahnya kerap jatuh ke pantai dan terombang ambing terbawa samudera hingga sampai ke negeri seberang. Di sanalah lalu bauhnya tumbuh kembali untuk memberi kebaikan di sekitarnya. Dan begitulah seterusnya.
Saat dinner saya tanya ke Bang Tere, kenapa di novel-novelnya selalu menggunakan tokoh utama perempuan.
"Karena saya menghormati perempuan," katanya.
wow asik bisa lihat seminar dari Bang Tere >_<
BalasHapusiya lhoh mbak,,,
Hapusayo makanya pulang ke Indonesia,
btw, penulis yang keren di thailand sapa mbak?
weww...apik tulisanmu im, terakhire ngejleb..aq g ngerti awkmu sempet takok ngono :D
BalasHapushaha, iyo a dil? biasa ae.. :p
Hapusiyo, aku sempet takon pas kita ape foto,
sekedar tanya og iku, tapi iku ancen pertanyaan yg pengen tak ngerteni jawabane,
jarang soale, cowok tapi tokoh utamae itu cewek,