Dulu saya sangat enggan untuk pulang kantor over 8 pm. Gimana nggak, ketika saya seringnya liputan berangkat jam 9 pagi, tapi dipaksa untuk baru pulang minimal jam 8 malam. Well, padahal saya biasanya target untuk ngantor jam 5 sore tulisan kelar jam 7 untuk tiga berita. Niatnya biar bisa pulang cepet biar bisa ndang istirahat.
Tapi selalu aja ada alasan si rekdaktur itu selalu nengok tulisan over jam 7. Well saya kasih tau ya, jam nya redaktur kerja itu mulai pukul 5 sore. Jam 5.30 itu mereka mulai rapat listing. Nge list semua reporter ini dapet belanja berita apa aja seharian. Di rapat itu juga ditrentukan berita ini masuk halaman berapa, dan berita itu masuk di halaman berapa. Mana yang jadi fenomena (lapsus dan mana juga yang jadi berita headline). Well it take maybe 40 minutes sambil ngobrolnya. Pokoknya sebelum waktu sholat magrib mereka pasti udah rampung.
Nah, selama merka listing kita para wartawan masak itu berita supaya mateng dan siap dicicipin si redaktur. Sedangkan berita yang sudah ditempatkan akan dicicipi oleh siapa-siapa yang jadi pencicip (redaktur). Nah kita harus nunggu in si redaktur ini membubuhkan kata "oke" dalam judul file kita, baru kita boleh pulang.. Karena ata si pimred, "We working by oke"
Prosesnya itu yang lama pake banget. Nungguin sampek rasanya galau. Awal2 sebulan pertama saya selalu pulang tanpa ijin sama redaktur, eh ijin ding sama mbak heti. dua bulan saya mulai yang aaaaah lama banget. Merasa si redkatur ini nggak pengertian banget sama wartawaannya. Secara kami berangkat dari pagi sedang mereka baru mengawali kerja sedari sore. Kan nggak worth it aja.
Tapi semua mulai berubah, at least mulai satu bulan ke belakang. Saya merasa mulai ada ikatan batin dengan kantor ini. beeeeh #kibas rambut. Walaupun dengan orang yang sidikit ini, rasanya ngantor itu jadi seru. Karena jadi momen dimana kita semua ngumpul dan saling cerita seharian dapet berita apa aja. Selalu menanti temen2 datang sebelum jam lima, supaya banyak ngobrol dan becanda. Karena kalo udah jam 5 we start to do our job.
Nah sebelah saya ini kan wartawan kriminal, namanya mas Rudi. Ngobrol sama dia ini selalu seru, adaaa aja yang diceritain, secara dia pos kriminal. Mulai dari cerita grebek PSK dolly, penggrebekan teroris bom ke kedung cowek, sampek penjambretan 22 detik yang bisa menghasilkan duit 190 juta. Wooow. Tapi haram. Komentar mas rudi, "Nganggur setahun cukup iki," katanya. Ada lagi pas dia cerita ada tukang becak sayur yang nyabu. Katanya sih penghasilannya sehari bisa mencapai 250 ribu untuk ngangkut sayur di pasar. Penghaslian yang cukup besar itu makanya dia bisa nyabu Dia takjub. Sekalian aja saya timpali, "Ya kerja iku ae mas samen, kan sebulan jadi Rp 7,5 juta," dia ngakak.. Hahaha.
Intinya semua kru selalu punya cerita mereka masing untuk membawa suasana kantor cair. Termasuk gojlok2an yang seringnya membuat saya jadi korban. Oooh meen. Si fotografer yang selalu sok unyu. Setiap sore mesti bahas dapet foto apa aja yang seru..juga dulu pimred yang cerewet banget tapi hampir nggak pernah marahin saya, hahaha saya kangen sama beliau. Ehm ehm.
pas liputan bareng chef Sarwan |
suasana kantor jelang deadline |
ini kalo lagi rame dan cak cek cak cek |
wartawan kota |
si pak gundul redaktur kami wartawan kota |
bareng mb rista, |
kalo udah stress, dan hening, ini pemecah keheningan |
Well,, itu lah keseharian saya selama yaaah lima bulam belakangan. Seharian cari berita kesana kemari but it's so awesome lately. Kan dulu saya selalu galau dengan #liputan apa gue hari ini??? Dan sekarang karena saya sudah punya pos, dan ehm sudah punya banyak teman wartawan yang ce es, ternyata seru banget. Setiap pagi akan saling ngabsen, "Nggarap apa hari ini?" Terus pada keliling bareng, atau sesekali ribet sendiri demi egoisitas media masing2. Yang bikin kadang sok rahasia dan sok misterius. Hahaha.
Dan kami aakan mengatakan "Ayo geser!" Untuk jeda setiap jeda liputan satu dengan yang lain. Hingga sore tiba, pos dinas pendidikan jatim selalu jadi tempat yang nyaman untuk ngetem dan cari bahan jika agenda sedang sepi. Dan begitu hari menjelang jam 15.00 kami akan mengucapkan berpisah setelah sebelumnya saling bernyata, "Berarti hari ini ngeluarin apa?" Serta menjawab pertanyaan "Besok nggarap apa ya?" Dengan jawaban "Dipikir mene aeee." Hahaha I start to love it.
Dan semua hasil jirih payah kami seharian akan terbayar rasanya jika di pimred usai listing menhampiri meja sambil njawil "Dek berita ini halaman satu ya," atau "Dek berita ini fenomena ya". Atau si redaktur yang pegang halaman bilang suruh nambahin grafis untuk dibuat headline. Itu adalah seperti gaji harian kami, ehm mungkin lebih tepatnya buat saya.
Yap, soal jam pulang kantor, mas Rudi ini pernah bilang ke saya saat saya mengeluhkan wartawan ini sudah keliling dari pagi Jenderal! Dia menjawab "Wartawan itu kalau siang jangan dianggap sedang kerja, itu dolan namanya. Kerjanya ya ketika di kantor ini nggarap berita." Saya sempat nggak setuju. But at least we have to enjoy to going around the city, place to place, to find something great to be published. Karena wartawan itu selalu mau karenna passionnya. Saya sadar itu. Kalau nggak, nggak bakal betah. Dan sejauh ini saya masih betah. :D dan menikmati.
Hmm talking about a rekor, saya sejauh ini baru bisa liputan sehari lima berita. Empat berita dalam sehari kadang2 kalau lagi mujur. Dan paling nggak at least saya harus mengasilkan tiga berita setiap harinya. Hmm masih belum puas dengan rekor lima. Karena senior saya itu pernah tujuh berita dalam sehari, Mbak Heti Palestina. Hmn kapan2 sya akan nulis profil tentang mbak satu itu. Jadi tunggu yaaa.. She is so awesome single parent..
Untuk kali ini cukup itu cerita tentang dunia jurnalis yang saya bagi. Edisi depan saya akan coba cerita tentang suka dukanya kalau nggak dapat berita, kalau sepi, serta ketika ngejar narasumber nggak ketemu2. Well jadi wartawan nggak akan mengjinkan kamu untuk hanya diam dan menanti berita dartang dengan menunggu kejadian. Tapi kadamng kita memang butuh mencari "kejadian", dengan kejelian.
foto no caption hahaha |