Jumat, Desember 19, 2014

Holi-working-day at Singapore

Hello readers… siap menyapamu kembali. Kali ini aku akan sedikit cerita tentang perjalananku ke negeri singa beberapa waktu yang lalu. Kebetulan baru-baru ini aku ditugaskan untuk terbang ke Singapura untuk meliput satu konferensi internasional se-Asia, Association of Southeast Asian Institution of Higher Learning (ASSAIHL). Lebih tepatnya Asean plus Hongkong.

Sebenarnya yang konferensi internasionalnya cukup unik sih ya. Aku ditugaskan membuat tulisan tentang karya dosen Unversitas Narotama yang mengangkat permainan tradisional Gobak Sodor dan Bentengan untuk mengajar di kelas. Ada sekitar 200 peserta di konferensi itu. Cukup banyak juga peserta dari Indonesia. Seperti Unair, Unbraw, dan juga Unesa dan Perbanas. Tapi karena aku kesana sponsored by Narotama, jadilah aku menulis tentang dua dosen nyentrik ini.

Nama dosennya Rony Wardhana dan Immah Inayati. Jadi mereka menggunakan dua permainan tradisional itu dalam mata kuliah manajemen system control. Mahasiswanya dalam mengajar diumpamakan lagi main gobak sodor dan bentengan. Unik kan? Pembelajarannya, permainan itu digunakan untuk membuat strategi dalam mengatasi ekonomi dan bisnis dalam perushaan.
Nah tulisannya jadinya gini nih..

E3ditional Macos Universitas Narotama
Tapi ada yang lebih bikin aku seneng dalam berpetualang meliput di negeri yang sangat bersih itu.  Sebelum berangkat kesana, Pemredku menugaskan agar aku nggak hanya membuat tulisan tentang tentang konferensi itu saja. Melainkan juga membuat tulisan feature. Terserah membuat tulisan apa. Yang nemu disana, yang bisa diangkat jadi berita.

Sebelum berangkat aku sudah mulai cari ide. Apa ya yang bisa diangkat. Akhirnya aku memutuskan untuk menulis tentang pembatasan memiliki kendaraan pribadi di Singapura. Ide itu tercetus karena yang aku dengar di sana masyarakatnya dibatasi untuk punya mobil. Kabarnya karena ada pengaturan untuk system pajak dan pembelian mobil bahkan untuk mereka harus antri untuk punya mobil.

Aku sempat sharing dengan fotograferku yang juga ikut berangkat. Aku sharing untuk request foto. Dia sempat ngritik kenapa aku pake ngonsep sebelum berangkat, katanya lihat langsung aja di lapangan yang menarik apa, itu yang dijadikan angle. Tapi yaaaa gimana ya, karena terbiasa punya planning, aku nggak begitu suka dengan sesuatu yang ndadak. 

Apalagi kalau menggantungkan diri pada sesuatu yang nggak pasti. Yang punya plan aja kadang gagal, apa lagi enggak ada. Hehehe. Tapi mas satu ini asli baik kok dalam membantuku berkutat mikir angle. Walaupun akhirnya mbalik itu-itu lagi. Hehehe wajar, seniooor.

Akhirnya aku setengah isi setengah kosong saat mulai mendekati orang Singapura untuk wawancara. Aku menggiringnya untuk mau ngomong tentang pengurusan kepemilikan mobil. Dan saat disana aku cukup takjub ddengan mass transport  mereka yang menggunakan listrik. Bis saja mereka sudah bis listrik.

Aku sempet tahu karena sampai di sana dan melewati jalanan kota, bis itu punya charging poin di sebelah kanannya. Oh, berarti semua bis pakai listrik. Begitu juga dengan kereta listriknya. Nah akhirnya, aku sambungin ide tulisanku dengan pengamatan itu. Aku putuskan untuk menulis tentang system yang dibuat pemerintah untuk mendukung mass transport mereka. Salah satunya adalah pajak. Kebetulan pertengahan tahun ini, pemerintah Singapura baru saja menaikkan harga pajak kepemilikan kendaraannya.

Dan ini pentingnya melakukan riset sebelum wawancara. Ketika aku wawancara dengan orang Singapura itu aku jadinya nyambung. Entah walaupun tulisannya nggak sekenceng dan seratus persen sesuai dengan rencana awal, tapi paling nggak ide awal itu leading me into the right angle.

Dan taddaaaa tulisannya jadi besar di halaman tiga. Didukung dengan foto yang kece dari mas Abdullah Munir, tulisannya jadi keren nampang di halaman tiga Town Square. Terima kasih buat redakturku yang imut dan ganteng (bayar mas) mas Eko Yudhoyono yang meramu tulisanku jadi cantik. 
unyunya ada cap laporan dari Singapura. hehe
Itu data yang aku cantumin dapat dari riset dan juga dibantuin nyariin sama istrinya narasumber lhoo. Asli baik banget narasumberku satu itu. Tuhan yang balas deh ya. Terima kasih untuk Narotama dan big hug untuk Singapura dan juga Radar Surabaya.

Day 1 .. (to be continued)..

foto di tengah jalan
Selama empat hari di sana, kayak nggak lagi kerja. Kerja tapi rasa libur. That was holi-working-days.. Hehe.

4 komentar: